RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 9

Aku bisa terima meski harus terluka karena ku terlalu, mengenal hatimu


Aku telah merasa dari awal pertama, kau tak kan bisa lama berpaling darinya...

Ternyata hatiku benar, cintamu hanyalah sekedar, tuk sementara...

Akhirnya kita harus memilih, satu yang pasti mana mungkin terus jalani cinta begini..

Karena cinta tak akan diingkari, tak kan terbagi, kembalilah pada dirinyaa

Biar ku yang mengalah,,

Aku terimaaa.




'Eeehhhuuuhh' saya menarik nafas panjang, kemudian berucap lirihh,

'Biarku yang mengalah, aku terima'


Far, sudah sebulan lebih terakhir kali saya melihat kamu secara tatap mata,

Sudah sebulan lebih, jarak berada di antara saya dan kamu.

'Jarak' di sini bukan dalam arti tempat tinggal kita yang memang berbeda. 'Jarak' di sini adalah space yang ada di antara kita tak seperti dulu lagi.

Iyaa saya paham, kita butuh jarak untuk bergerak, tapi apakah kamu tidak menyadari, kalau hubungan kita makin jauh?

Kalau kamu tidak sadar, tidak apa-apa saya juga tidak akan menyadarkanmu perihal itu, karena di luar kuasa saya, tapi masih adakah saya di hati dan pikiran mu?

Saya pikir tadinyaa semua hal yang kita buat bisa jadi sebuah 'ikatan' tersendiri untuk kita, buat aku sama kamu. Tapi nyatanya, semua yang terjadi begitu mudah kamu lupakan.

Far, ingat dulu pernah bilang;

'Janji yah, kita gak akan cuma sampai di sini?'

'Setelah dari sini, jangan lupain hubungan ini yaah, kita gak cuma sampai di sini kan?'

'Nanti setelah di sana, jangan lupa kabarin aku tiap saat, aku orangnya cemburuan, kamu lagi apa, sama siapa, di mana, di foto, di vidio, biar aku percaya'

'Akuu gampang nangis orangnya, makanya jangan bikin khawatir aku yah'


Kalimat tersebut sering banget kamu ucapkan, apalagi menjelang perpisahan kita. Tapi, kini kenyataannya?

Ahh sudahlah, saya tak ingin menagih hal-hal yang pernah kamu ucapkan.


Begini Far, ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan di dunia. Kita, salah satunya.

Atau pernah dengar ini;

Tidak ada masalah dengan jatuh cinta sendirian, yang penting tetap cinta bukan?

Dua hal yang saya dapatkan dari seorang Faisal Iskandar, salah satu orang yang selalu mengajarkan saya sebuah keikhlasan untuk melepaskan orang lain dan biarkan dia mencari kebahagiannya di orang lain jika memang kita tidak bisa membahagiakannya.

**

"Berarti nanti lu sama dia pisah kalau kalian udah balik ke tempat masing-masing?"

"Entahlah"

"Ada rencana buat ketemuan setelah dari sini?"

"Gak tau, tergantung"

"Yaudahlah paling itu cuma sementara doang selama di sana, nanti pas balik ke tempat masing-masing lupa. Tapi, kalian cocok"

"Begini, gimana kalau lu aja yang tanya ke dia langsung?"

"Hahaha, udaah ahh ayok naik, gak usah dipikirin, tuh bentar lagi keretanya dateng"

Petang itu, entah jadi hari yang -gimana buat saya- semua rasa bercampur aduk di dalam sini.

Lega rasanya bisa kembali ke tempat asal, namun berat rasanya meninggalkan semuanya yang ada di sini, dengan kamu di dalamnya.

"Woyy!, ayokk naik"

"Perasaan baru kemarin subuh yah kita di stasiun ini, pertama kali juga gua kenal lu, terus sekarang udah di sini lagi ajaa buat balik, gak kerasa"

"Farah??"

"Haha, enggak bukan-bukan, maksudnya waktu cepet banget kayanya"

"Udahlah, kan masih bisa ke sini lagi lain kali, ketemu dia"

"Kenapa jadi nyambung ke Farah mulu"

"Hahaha abis lu kayaa belum siap gituu pergi dari sini sih"

"Iyaa emang"

"Bukannya lu yang paling cuek yah? Gak tau kelompok aja masih nyantai-nyantai ajaa kan malah ngajak ngopi di saat yang lain kumpul sama kelompoknya"

"Hahah, kita, bukan gua doang"

"Iyaa sihh. Hahaha. Terus gimana lu sama Farah, abis dari sini udahan? Kontrak selesai?"

"Kontrak? Lu pikir apaan, outsourching pake kontrak segala"

"Hahah kan emang kontraknya selama di sana doang, setelah balik pada udahan kan?"

Saya terdiam,

"Entahlah" ucap saya lirih.


"Udah yuk naik, kangen kopi sevel kan lu"


"Kedai kopi bang Ali. Haha"


"Anjirrrr! 15 rb sampe kembung. Hahaha"


"Hahaha"


Malam itu, tepat sebulan saya meninggalkan kota yang penuh dengan berbagai kenangan di dalamnya.

Saya mendapatkan kursi di sebelah kaca, jadi bisa melihat pemandangan di luar selama perjalanan.

Ahh tapi buat apa, orang jalannya juga malam gak bisa ngeliat apa-apaa kan.


*trriiitttt....triiiitttt*

*pesan dari Farahdila*


'Aku udah dijemput papah, ini lagi di jalan mau pulang ke rumah, kamu lagi di mana? Istirahat yaah, sampai Jakarta jamberapa nanti? Jangan lupa kabari aku yah'


Saya biarkan dulu pesan dari Farah, saya paham dia pasti lelah, saya tak ingin menganggunya, biar dia sampai rumah dengan nyaman dulu baru saya balas pesannya.

Sambil menikmati perjalanan 9 jam menuju Jakarta, saya menset Random i-tunes saya, kemudian suara lembut Iis mengalun lembut di sana.



Kita tak semestinya berpijak

Di antara ragu yang tak berbatas

Seperti berdiri di tengah kehampaan

Mencoba untuk membuat pertemuan cinta

Ketika surya tenggelam bersama kisah yang tak terungkapkan

Mungkin bukan waktunya berbagi pada nestapa

Atau mungkin kita yang tidak kunjung siap




Entah kalian mau percaya atau tidak, buat saya musiknya payung teduh adalah senyata-nyatanya mesin waktu selain hujan dan kopi.


"Aku gak suka lagu-lagu dari Indonesia"

"Kenapa??"

"Terlalu gampang ditebak liriknya, jatuh cinta atau patah hati ya gitu-gituu aja"

"Kamu pernah denger sore, payung teduh, atau white shoes and the couples company?"

"Belum"

"Coba dengerin mereka kalau pengin tau jatuh cinta atau patah hati yang beda"

"Ahhh tetap aja paling gitu-gitu aja kan, gampang ditebak"

"Coba dengerin duluu ajaa"

"Aku mau kamu yang nyanyiin"

"Aku? Aku gak bisa nyanyi"

"Ahhh akuu gak mau tau, kamu nyanyiin buat aku"

"Kalau aku gak mau, gimana?"

"Kamu harus mauuu!"




Kita pernah mencoba berjuang

Berjuang terlepas dari kehampaaan ini

Meski hanya labuan cinta yang tak tahu entah akan dibawa ke mana

Kita adalah sisa-sisa keihklasan yang tak diikhlaskan

Bertiup tak berarah, berarah ke ketiadaan

Akan kan bisa bertemu kelak di dalam perjumpaan

Abadi..



'Aku bentar lagi sampe, kamu istirahat yaah, nanti kalau udah sampe aku kabarin kamu'

*send to Farahdilla*


**

Sekarang semuanya telah berubah Far, di luar hal yang saya harapkan.

Entah kamu, atau memang keadaan yang memaksa harus berubah. Tapi, saya paham tiap-tiap orang pasti akan menjadi asing meskipun pernah begitu sangat didekatkan. Bukan salah siapa-siapa, tapi memang sudah saatnya harus menjadi asing.

Dan kamu sedang dalam tahap itu.

Atau, hanya aku saja yang terlalu takut kehilangan kamu?

Far,


Terima kasih pernah singgah, meski akhirnya tak bersama.

Terima kasih pernah menetap walau kita tak menjadi tetap.

- Ben

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

#Cerpen: Akhir Perjalanan 7

Sayaa tidak tau mau saya buat berapa seri cerita ini. Yang jelas, makin saya mengingat hal-hal di masa lalu, makin saya tak bisa beranjak dari sana.


Stagnasi.

Saya tak menginginkan itu.

Tapi, untuk saat ini biarlah saya menyelami masa lampau untuk mengenangmu dan menceritakan betapa bahagianya saya sewaktu kamu masih di sisi saya.

Kamu tak keberatan kan Far?

**

Namanya Farah, saya tak tau jelas dia berasal darimana, yang pasti pertemuan saya dengannya berjalan biasa saja, tak ada yang menarik bagi saya.

Dia seperti wanita kebanyakan pada umumnya, hanya terlihat lebih modis dari wanita yang saya kenal selama berada di sana.

Yang seperti ini sihh, tak jarang saya temui di kota asal saya, Jakarta, makanya nampak biasa saja.

Sejauh ini seperti itulah pandangan saya saat pertama kali melihat dia, dengan jilbab coklatnya, almamater kebanggannya, serta snapback yang digunakan untuk melindungi hijabnya dari terpaan matahari siang itu.

Begini, saya jelaskan latar tempat kita bertemu dulu, supaya kalian bisa menyimak dengan baik cerita ini.

Saya berkenalan dengannya di sebuah warung sederhana yang berada persis di depan tanah lapang yang akan digunakan untuk upacara agustusan.

Kebetulan saya dan dia hari itu akan menghadiri upacara agustusan yang diadakan tiap tahun secara rutin.

Di sana saya tak mengenal banyak orang, beda dengan teman-teman saya yang bisa sampai bertemu lalu reunian, makan-makan dengan para sahabatnya, lalu saya?

Makan saja enggan, apalagi harus berbaur dengan orang yang belum saya kenal.

Rasanya saya tak mau merepotkan diri saya mengenal mereka lebih jauh, mereka pun nampaknya enggan direpotkan karena harus mengenal saya.

Kembali ke Farah, makhluk yang satu ini sedang berbaur bersama teman-temannya, siap-siap untuk menyantap makanan yang disediakan.

Saya heran, perkenalan saya yang biasa saja malah membuat saya penasaran untuk memperhatikan tingkah laku dia. Mungkin karena tak ada hal lain yang saya kerjakan saat ituu.


Seminggu setelah perkenalan tak disengaja itu, pertama kalinya saya jalan dengan Farah.


Saya ingat, hari itu hari jum'at, di tengah cuaca yang memang dalam keadaan kemarau saya diajak jalan siang hari.

Begini yaa Far, saya jelaskan.

Di rumah saja, saya tak pernah keluar di jam-jam sehabis dzuhur sampai ashar, ini kamu ngajak saya keluar jam 2 siang?

Yaaa, dengan senang hati saya terima ajakanmu.

Kamu harus tau, berapa ribetnya saya waktu pertama kalinya ingin pergi denganmu, tanya saja teman-teman saya, berapa kali saya harus ganti baju dan mencocokan dengan apa yang ingin saya pakai.

Singkat cerita, siang ituu saya berusaha mengenalmu lebih jauh lewat sudut pandang saya, sepanjang jalan mengayuh sepeda denganmu, saya tak henti-hentinya memperhatikanmu sebagai cara untuk dapat melihat bagaimana kepribadianmu.

Kearifan lokal di sana, membuat hari itu berbeda dari hari saya biasanya.

Menyusuri sungai yang saya tak mengerti esensinya apa, karena hanya naik getek dari ujung ke ujung untuk menyebrang, tapi kau tak memilih turun malah memutuskan untuk tetap di sana kembali menyebrang.

Dasar absurd!

"Kamu anak keberapa?" Farah membuka pembicaraan sore itu.

"Ke-tiga, kenapa?" Ujar saya.

"Oh, ketiga, dari berapa bersaudara?

"Tiga"

"Anak terakhir berarti?"

"Iyaa, kenapa sih?"

"Pantesan manja!"

"Idihh!! Songong. Kamu belum kenal aku lama udah berani ngejudge aku manja. Kamu sendiri anak keberapa?"

"Aku? Anak pertama dong"

"Ohh, pantes otoriter"

"Hiihhh enak ajaa"

"Iyaa, anak pertama kan biasanya otoriter"

"Ituu kakakmu kali, aku mah enggak"

"Ahhh sama ajaaa"

"Aku enggak, orang papah juga kalau aku ke mana-mana harus selalu ngabarin dia, aku lagi apa, di mana, sama siapa, kalau pulang jangan malem-malem"

"Ituu tandanya papah kamu sayang dan peduli sama kamu"

"Iyaa aku ngerti, tapikan"

"Banyak loh orang yang berharap punya papah kaya papah kamu, kamu itu contoh buat adik-adikmu, makanya papah kaya gitu"

"Iyaa aku ngerti, tapi.."

"Udaah ahh gak usah pake tapi-tapian, dasar otoriter"

"Hihhh anak manjaaa"

"Hehh!!"

"Manja manjaaa,, manjaa manjaaa"

Dia sangat menyebalkan Tuhan, sungguh.


"Far, aku pulang dulu yaah udah sore"

"Iyaah, hati-hati yaah, kalau udah sampe kabari aku"

"Iyaaahh, aku pamit yaah"

"Jangan lupaa kabari kalau udah sampe"

Saya tinggalkan Farah, untuk bergegas kembali ke tempat saya, karena hari juga mulai sore dan takut kemalaman, berhubung saya pendatang baru di sana, jadi gak boleh pergi lama-lama, begitu pesan dari teman-teman saya.


Sesaat setelah saya mengayuh sepeda tiba-tiba saya memarkirkan sepeda saya di pinggir jalan, karena terganggu sesuatu.



Triiiiiittttt..triiiiitttt..trriiiiittt.

*pesan dari Farahdilla*

'Hati-hati yaa di jalan, jangan lupa kabari aku kalau sudah sampe'


Saya tersenyum membaca pesan itu, sambil berucap lirih;

'Ini yang kamu rasakan pasti saat papah mu bawel yaah Far'

Hahaha

Kemudian melanjutkan perjalanan agar segera sampai ke tempat tujuan saya.


**

Far, aku benci mesin waktu.

Aku benci hal-hal yang bersifat, mengenang masa lalu, kembali, lalu kemudian memperbaiki kesalahan.

Tapi, malam ini, saya berharap punya mesin waktu untuk bisa kembali ke masa-masa bersamamu. Setidaknya saat kembali, saya akan menghentikan waktu, lalu tinggal di sana untuk waktu yang lama bersamamu.


Far,

Selang waktu berjalan kita masih sama.

Di sini tak berjalan ceritanya sama.

Apakah kita sudah bisa, berhenti mencoba.

Mencinta karena terbiasa, kau yang selalu ada, ku yang selalu ada

Membuat kita tak mampu

Tuk bisa menjauh,

Dan, menghilaang.


Far,

Sudahi sekarang tanpa mengucap kata.

Mungkin itu satu-satunya cara.


Menghilang-nya Maliq and D'essentials menemani saya menyelami masa lalu saya.

Hanya ada saya dan kenangan tentang kita di sana, sementara kamu?


Pasti sedang berbahagia yaah di tempatmu?




Far, malam ini kamu sedang apaa??


Sudah lama sekali rasanya tak bersenda-gurau denganmu.


Far, saya rindu.

Ucap saya lirih

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 6

"Lagi apa bro?"


"Biasaa lagi jadi cowok dulu"

"Yaelaah broo, aktifis ko nyuciin tasnya cewek, lo ini gimana bro hahaha"


Pengin saya sumpel saja rasanya mulut dia yang lebar saat mengeluarkan kalimat tersebut.


"Gak pantes lu ngomong pake 'gue-lu'!"


"Haha wes biyasa aja toh bro, kamu ini aktifis tapi takut sama cewek"


"Udaah sana lu pergi, gangguu ajaaa!"


"Hahaha, kaa..kaa liat sini deh sii Ben lagi apaa"


Belum habis rasa kesal saya, manusia planet ini sudah memanggil temannya untuk bekoalisi 'menjatuhkan' saya.


"Opo sehh kalian ini pagi-pagi sudah ribut-ribut"


"Liat tuuhh, si Ben lagi apa"


"Hahahha, lagi apaa koe? Aktifis ko nyuciin tasnya cewek"


"Emang salah yaah?" Ujar saya.


"Yaa ndak sihh, cuma..."


"Cuma apaa?" Saya penasaran.


"Kamu takut sama cewek. Hahahahaha"


"Udah pergi lu padaaa"


"Ahh kamu, gituu aja ngambek. Hahaha"


"Pergi!!!"


"Ituu cuma tas yang dicuciin? Baju sama celananya gak sekalian kamu cuciin juga? Hahaha"


Saya bergegas ambil air dalam gayung lalu saya siram ke mereka supaya mereka enyah dari hadapan saya.


"Hahahha, akuu mau beli sarapan, kamu mau nitip apa Ben?"


"Nitip Tuhan suruh jagain Farah"

Ucap saya lirih.


"Ben??"


"Ohiyaa, nasi pecelnya satuu"


"Okeh. Ituu yang bersih nyucinya, nanti Tuan puterinya marah. Hahaha"


"Shut up!!!"


"Hahahha"


**

Kamu tau Far, saya bercita-cita untuk punya kantor yang ada coffee shop-nya. Jadi, saya bisa menikmati kopi setiap saat.

Kamu tau kan saya sangat menyukai kopi, makanya ketika di sana saya sering mengajakmu ke coffee shop yang ada di sana.

Bagi saya, kopi adalah sahabat paling setia selain hujan.

Bagi saya, tak ada yang bisa mendengarkan keluh kesah saya, menemani saya dalam keadaan apapun, membantu saya menemukan segala inspirasi, menenangkan pikiran saya selain secangkir kopi.

Tapi, nampaknya saya harus sudah mulai mengurangi intensitas saya bersama 'teman' saya tersebut deh, kondisi tubuh saya tidak memungkinkan untuk saya sering-sering menikmatinya lagi, tidak seperti dulu yang hampir tiap jam saya bersamanya.



Triiitttt...Triitttt...triiittt

*pesan dari chandra*


"Apaa kabar bro? Jakarta aman?"

Panjang umur manusia satu ini, baru saja saya menulis percakapan dia waktu itu sekarang dia malah menghubungi saya.

Tapi, biarlah saya balas nanti saja, saya sedang sibuk mengingat kejadian-kejadian waktu bersama Farah dan sedang saya tuangkan dalam tulisan saya.


Di hadapan saya saat ini, ada machiato, sebuah laptop yang biasa saya pakai untuk menulis, dan Fisolopi Kopi-nya Dewi "dee" Lestari yang baru rampung saya baca.

Di sebuah coffee shop di kawasan Bintaro ini saya menghabiskan malam minggu saya, seorang diri. Ahh tidak, ada machiato sii sahabat sejati saya yang sengaja saya biarkan dingin.


***

"Kamu mau bikinin aku apaa sihh?"

"Ada deh, pokonya nanti enak gak enak harus kamu makan, harus abis, gak mau tau"

"Dihh ko gitu, kalau enggak enak gimana?"

"Bodo bodo gak mau tauu harus habis pokonya"

"Iyaa tapi itu kenapa sayur semua, kamu mau masakin apa?"

"Udah diem gak usah cerewet, makanan sehat pokonya, kamu harus makan. Suka sayur kan?"

"Suka sih, tapi.."

"Udaaahhh, gak usah pake tapi-tapian harus dimakan pokonya"

"Iyaa iyaa"


"Yuk udah"


"Udah belanjanya?"


"Sudaaaahhhhh"


"Kirain cewek kalau masuk mall ajaa lama, masuk pasar tradisional juga lama yaah"


"Hahaha namanya juga cewek ihh, kamu harus terima"


"Lagian cewek kaya kamu, emang biasa ke pasar?"


"Hehh! Enak ajaa, waktu adikku sakit, terus mamah nemenin, siapa yang masak buat keluarga"


"Pembantu kan?"


"Enak aja, akulah~"


"Lah iyaa, kan kamu mah pembantu dikeluarga kamu. Hahha"


"Ihh kamuuuuu...."


*disebuah coffee shop, pukul 20.15 wib*


"Ben, makanannya tumpah gak bisa dimakan"

"Udah gapapa, nanti kita tetep makan yaah, kan sayang-sayang kamu udah repot-repot makan"

"Gak mau, gak usah, dibuang ajaa"

"Far, udah gapapa ko nanti akuu makan yaah"

"Gak usah, gak usah! Dibuang ajaa"

"Far, kan sayang udah dibuat, udah panas-panasan juga tadi di pasar"

"Udah gapapa, dibuang ajaa gak enak jugaa pasti rasanya"

"Enak ko, apalagi kamu yang buat hehe"

"gaak! Udah buang! Kamu makan, aku marah!"


Untuk pertama kalinya saya melihat Farah, sedih dan marah saat bersamaan. Saya tidak tahu harus ikut sedih juga atau tertawa, tapi buat saya ini awkward hahaha. Dia bisa sedih dan marah di saat bersamaan.

Ajaib!


"Ohh iyaa, makanannya tumpah semua, tas kamu jadi kotor, sini aku bersihin"

"Jorok! Jangan dimakan!"

"Gapapa, aku mau nyobain hasil masakan kamu, kapan lagi kamu bisa masakin aku"

"Kamu makan, akuu marah!"

"Far, sedikit yaah"

"Enggggaaaakkkk!"

"Terus kapan aku bisa nyobain masakan kamu?"

"Enggak mau, aku gak mau masakin kamu lagi, aku udah gagal"

"Far, udah yaah yang ini aja aku makan"

"Kamuu makan, akuu marah!"



***

Mata saya mengembang, ada sesuatu yang jatuh dari ekor mata membasahi pipi.

Saya gagal menepati janji saya.


Kita terlalu lama terlarut dalam rasa yang entah benar atau salah. Maaf, saya maksudnya.

Pertemuan demi pertemuan yang tak disengaja membuat kita terbawa akan arus yang entah akan berhenti di mana.


Saya percaya takdir, tapi bukan berarti berhenti berusaha.

Seperti kata Dewi "dee" Lestari;

Ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan di dunia. Namun, layak diberi kesempatan.








Pertanyaannya;

Masihkah ada kesempatan untuk saya, Far?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 5

Akan ada yang selalu memberikan kamu kenangan, hal yang saya lakukan hari ini pasti akan berganti dengan hal lain yang datang setelah saya, saya tak khawatir, justru terima kasih kepada mereka yang telah membahagiakan kamu, setidaknya kebahagiaan kamu adalah bahagia saya di lain sisi, kamu tak perlu cemas memikirkan bagaimana saya sekarang, yang terpenting buat saya adalah kamu.


-Ben


**

Mata saya terbangun dari tidur yang amat panjang, kepala saya terasa sakit dan sangat berat, badan tak bisa digerakan sama sekali.

Saya tak ingat persis kejadian apa yang menimpa saya semalam, yang saya ingat saya membuka pintu rumah lalu tiba-tiba sekeliling saya gelap tak bercahaya.

Siang ini saya dapati tubuh saya sedang terbaring lemah di kasur sebuah rumah sakit, tak ada siapapun di sisi kanan-kiri saya, ibuu saya pasti sedang menjalankan kewajibannya, saya paham itu, karena sedari kecil memang saya terbiasa sendiri.

Jaga dia Tuhan, hanya dia saat ini yang saya punya.


Far, kamu pasti lagi bahagia banget yaah sekarang?

Aku yakin itu.

Kondisi ku saat ini pun tak mengurangi rasa bahagia mu, tapi tak apa, saya berusaha memahami itu.


Far, kira-kira kamu lagi apaa sekarang?

Masih inget gak sama saya?

Pemberian yang saya kasih, selalu digunakan tidak?

Atau, hanya ditaro di rak dan dibiarkan berdebu?

Ahh tak apa, itu kan sudah jadi hak kamu, saya tak pantas mempertanyakannya.


Maaf yaah, di hari spesialmu saya hanya bisa memberikan hal yang menurut saya biasa saja.

Bukan karena tak mau mengeluarkan uang lebih untuk bisa memberikan mu hal yang lebih spesial tapi, saya yakin sudah ada orang lain yang menyiapkan hal ituu, bahkan orang yang sangat kamu spesialkan, jadi saya cuma hanya bisa memberikan benda murah kecil yang sederhana itu.


Hahaha.

Kalau mengingat bagaimana saya mencari benda itu, saya pengin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah membantu saya menemukannya.

Apalagi, ibu-ibu penjual di toko barang-barang antik itu, ahh awkward moment.

Saya beli barang harga sekian, ditawari untuk sekalian dibungkus masa jadi dua kali lipat harganya.

Hahaha.



Far, kamu ingat pernah bertanya kenapa saya suka sendiri?

Saya tidak suka keramaian, saya tidak bisa berada di lingkungan yang memaksa saya untuk bersikap seolah bukan saya. Saya enggan jadi orang munafik, mau kamu cap saya sebagai orang yang tak punya teman pun saya tak peduli, karena bagi saya, kadang kita butuh sendiri untuk mengenal lebih akrab dengan diri sendiri, dibanding harus terus jadi diri orang lain.



"Kamu janji jaga kesehatan yaah, karena nanti kalau kita jauh, aku gak bisa ngerawat kamu" begitu ujar mu dulu waktu mendapati saya sedang terbaring lemah.

Atau, ingat ini?

"Banguuuunnnn! Dasar pemalas! Bisanya tidur ajaa, mana mana mana katanya sakit? Coba sini aku liat, manja banget!"


Atau yang ini,

"Kamu makan dulu yah, dikit ajaa, biar perutnya keisi, kepalanya masih sakit? Masih muter yaah? Sini aku pijitin"


Saya rindu akan hal ituu Far, apakah kamu juga merindukan hal yang sama dengan saya?


Ahhhh

Akan ada hal-hal baru yang memberikanmu kenangan yang indah, saya paham hal yang saya berikan akan mudah terlupa begitu saja ketika ada orang lain yang menggoreskan hal baru di hidupmu.

Begitulah kinerja otak manusia, tidak mungkin memuat semuanya, yang lama akan tergantikan oleh yang baru, yang pernah ada akan selalu tergantikan dengan yang selalu ada, dan yang kamu liat dulu akan terhapus dengan yang kamu liat saat ini.



Saat semua t'lah berbeda apa yang kita rasa, ku tak ingin kau terluka

Memang kita belum terbiasa atau mungkin tak bisa bersama, tapi ku ingin kau percaya, ku tak ingin kau terluka.



Far, dalam keadaan seperti ini saja saya masih sempat mengingatmu, bagi saya bertemu denganmu adalah suatu perjalanan yang patut saya syukuri. Entah kenapa alasannya.

Semua hal tidak perlu beralasan kan?

Saya tidak menganggap semuanya adalah kebetulan semata.

Karena saya tak percaya dengan yang namanya kebetulan.


Sekarang, semua hal berjalan di luar kemauan kita. Maaf, saya maksudnya. Saya tak pernah tau bagaimana kemauanmu terhadap saya.

Saya berusaha mempercayai semua ucapanmu, sambil berdoa supaya memang begitulah adanya, bukan karena semata-mata ingin menyenangkan saya.


Jika pun hanya ingin menyenangkan saya, saya tak akan marah. Terima kasih banyak saya ucapkan malah untuk semua hal yang telah kamu beri meskipun hanya dalam kepura-puraan belaka.


Far,

Coba genggamlah tanganku dan biarkanlah diri menjagamu hingga kau terlelap,

Ku kan menunggu dirimu karena kau sangatlah berarti untukku.


Mungkin ku terlalu mencintaimu.








"Maaf mas, makan siangnya"


"Faraah??"


"Farah??"


"Ahhh Farah, kamu ke mana ajaa?, aku kangen sama kamuu"


"Farah? Bukan mas bukan, saya Santi suster yang merawat mas"


"Ahhh maaf mba maaf"


"Iyaa iyaa gapapa mas, saya mau memastikan apakah mas sudah minum obatnya?"


"Sudaah sus"


"Yasudah kalau gitu, baiknya mas istirahat saja biar cepat pulih kondisinya"


"Baik sus"


"Ngomong-ngomong Farah siapa mas? Pacarnya yaah? Sampe-sampe tadi mas menganggap kalau saya adalah Farah"


"Tadi saya habis mimpi mba, terus masih terbawa mimpi sepertinya saat suster datang ke sini hehhe" ucap saya asal


"Ahh mas mimpi sampe segitunya, iyaudah saya tinggal dulu yah kalau perlu apa-apa bisa panggil saya"


"Makasih sus"



Far, kamu lagi apaa sekarang?


Saya rindu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Abstrak

Saya tidak mengerti apa yang sedang saya alami saat ini.


Semuanya terlihat abu-abu, klise.

Tidak ada yang benar-benar pasti.

Di kepala saya ada ratusan, ribuan, ahh banyak sekali hal yang saya pikirkan yang entahh kenapa datang bertubi-tubi.

Di mulut saya, banyak hal yang ingin saya ucapkan yang entah sejak kapan ada di sana, tapi setiap kali ada yang bertanya, jawaban apa yang keluar?


Iyaa, saya baik-baik saja.

Padahal, saya paham; tidak pernah ada yang baik dalam kalimat baik-baik saja.


Di hati saya, banyak sekali hal yang mengendap, berusaha saya kubur dalam-dalam namun sekarang 'mereka' seakan-akan merangsek ke atas meminta untuk dikeluarkan.


Saya pun tidak tahu kenapa harus menuliskan ini di sini.

Saya rasa, cuma melalui cara ini saya bisa merasa lebih baik setidaknya, daripada harus merenung memikirkannya tanpa tau mau diapakan, kan?


Kalian pernah ada di posisi ini?

Maksud saya, ada di dalam fase kehidupan dimana banyak hal yang ingin kalian utarakan tapi tidak tau mau mulai darimana, pun tidak tau harus berbagi dengan siapa, karena gak setiap orang ingin jadi pendengar yang baik buat orang lain.


Padahal kadang, orang yang sedang dalam masalah hanya perlu didengarkan tanpa perlu dikasih saran.

Tapi kan sekarang jaman udah canggih, aplikasi chat bisa membawa kita ke mana aja dan dengan siapa saja bukan.

Saya bukan tipe orang yang suka berbagi lewat pesan singkat sih, lebih baik langsung dalam keadaan tatap muka. Toh kalau tatap muka, lebih nyaman ajaa buat ngeluarin unek-uneknya kan? Meskipun tanpa harus dibantu oleh Uya Kuya.


Sudah yaah segituu dulu ajaa postingan kali ini.

Jangan lupa bahagia yaah, seburuk apapun hari mu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cerpen : Akhir Perjalanan 4

Far, apa kabar?


Semoga kamu tidak bosan yaah mendengar semua cerita ku.

Semoga, kalian juga tidak pernah bosan membacanyaa yaah.

**

Malam ini langit sungguh pekat, sepertinya akan turun hujan.

Tapi, tak apalah, rasanya sudah lama tak menikmati rintikan hujan, harum aroma petrichor, dan segelas kopi hitam di teras rumah.

Isi kepala saya sedang penuh-penuhnya, ada beberapa lembar kertas di dalamnya. Deadline kantor, urusan kuliah s2 saya, serta semua memori tentang kamu yang rasanya begituu rapi tertata di sana.


Far, kamu ingat kan semua janji mu??

Bahwa apapun yang terjadi, tidak akan ada yang bisa menjauhkan kita.

Kita jauh, bila hanya saya dan kamu menginginkannya.

Bukan perihal jarak, waktu, apalagi manusia lain.

'Mereka' klise. Kita yang nyata.


***

"Mari kita buat kesepakatan"

"Kesepakatan apa?"

"Kamu, harus janji sama aku"

"Janji? Janji apaa?"

"Gak boleh sedih lagi, gak boleh cengeng lagi, kalau ada apa-apaa ngomong sama aku, aku gak mau kita ada rahasia-rahasiaan"

"Sejak kapan aku bisa bohong sama kamu"

"Ahhh udaah janji duluuuu"

Farah memajukan jari kelingking sebelah kirinya, sebagai simbol dari kesepakatan yang telah saya dan dia buat.

"Naah gituu dong. Udaah, jangan sedih lagi yaah, senyuuuummmm"


Tuhan, Kau harus tau saya benci menulis ini.

Tapi, wajah menyebalkannya benar-benar tidak bisa saya lupakan begitu saja.

Terima kasih telah menghadirkan dia di sini, meskipun bukan di waktu yang tepat.

Saya paham, cinta datang kepada orang yang tepat namun di waktu yang salah. Atau bisa saja, cinta datang di waktu yang tepat tapi dengan orang yang salah.


Tapi, biarkan kali ini saya merasakannya.

Tidak ada yang salah kan dengan cinta yang datang di waktu yang tidak tepat?

Toh, esensinya bukan pada waktu. Tapi pada cinta itu sendiri.


"Gak terasa yaah, udah berapa hari lagi?"

"Akuu gak mau ngitungin harinya"

"Aku juga, jujur gak mau hari itu dateng"

"Yaudah gak usah diitungin yaah, kalau ternyata tinggal 3 hari lagi"

"Tuuuuhhh!!! Kamuu bilang gak usah diitungin, ituu apaa 3 hari lagi!! Ihhh!!"

"Hahaha maaf maaf, gak sengaja terlintas begitu ajaa"

"Aku pasti bakal kangen banget sama kamu"

"Aku juga"

"Nanti, gak bakal ada yang bisa lagi merhatiin aku pas lagi sakit, bawain sesuatu biar aku sembuh"

"Nanti gak ada yang mukulin aku lagi dengan muka sedihnya, gak bakal ada lagi yang mijitin aku"

"Aku gak bisa pegang pipi kamu lagi, gak bisa ngusapin air mata kamu lagi"

"Kamuu ngomong apaa sihh! Jangan buat aku terlihat cengeng dong"

"Biarin, emang nyatanya kamu cengeng ko"

"Aukkk ahh, dark!"

"Tuhh kan, baru ngomong gini ajaa kamu udah nangis"

"Kamuu jugaaa"

"Hahaha iyaaa samaa"


Hari itu, entah kenapa waktu berjalan begituu cepat.

Semua yang terlintas di pikiran saya saat itu hanya ingin berada di sana lebih lama lagi.

Saya benci mengatakan ini, tapi kamu harus tau Far, sejak bertemu dengan mu, saya seperti menemukan dunia saya, saya merasakan begitu nyaman, entah karena apaa.

Mungkin karena kamu beda Far.

Kamu membuat saya berharap lebih sekaligus mulai introspeksi diri jika ingin terus bersamamu, entah saya selalu merasa kecil di hadapanmu, atau kamu yang terlalu besar untuk segala keinginan saya.

"Far, janji kan kita gak cuma sampai di sini?"

"Iyaa, aku janji. Kamu juga janji kan kita gak hanya akan sampai di sini?"

"Iyaa Far, aku janji"



**


Segelas kopi hitam menemani saya menikmati hujan yang mulai turun membasahi bumi.

Di telinga saya let her go-nya passenger sedang mengalun lembut.



Well you need the light when it's burning low

Only miss the sun when it starts to know

Only know you love her when you let her go

Only know you've been high when you're feeling low

Only hate the road when you're missing home

Only know you love her when you let her go

And you let her go.





Triiittt...triiiitttt....triiiittttt.




*pesan dari Farahdila*

Ben, apa kabar? Aku rindu kamuu.





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 3

Karena ku ingin tetap berada di sini mengulang waktu yang hilang, tanpa ku harus mengenang mu mengenang mu.


Ku ingat tatapan indah dari mu yang t'lah lama membeku tanpa ku harus merindukan-merindukan mu.



Playlist dari itunes saya setel model random.

Namun, entah kenapa semua track yang terputar malah mengingatkan semua tentang kamu.


Malam ini, mocchiato terpampang di depan saya. Belum saya sentuh sama sekali. Saya sibuk memandangi langit yang mendung tak berbintang.

Pikiran saya mengawang-awang, kembali ke beberapa masa silam saat semuanya berjalan baik-baik sajaa.


Sekarang pun sebenarnya baik-baik sajaa.
Saya melihatmu bahagia, saya pun merasakan bahagia.


'Kamu tau Far?'


'Saya pembohong yang baik'



**


'Mas, apa kita salah?'


'Salah? Aku pikir tidak'


'Kita menyakiti orang lain untuk membahagiakan diri kita sendiri mas'


'Selalu ada yang harus dipatahkan dalam setiap hati yang ingin disatukan'


'Aku paham itu, tapi..'


'Far, udah yaah. Semuanya akan berjalan baik-baik ajaa, gak ada yang perlu kamu khawatirkan'


'Tapi, mas'


'Far! Kamu sayang sama aku?'


'Sayang mas'


'Kalau gitu, hentikan pembicaraan soal ini. Kita akan baik-baik saja, selama kita memiliki kita'


'Iyaa mas, aku ngerti'



'Far?'

'Far??'

'Faaarr!!!'



'Eh iyaa mas, maaf aku ngelamun, kenapa?'


'Kamu mikirin apaa?'


'Gak ko mas, gak ada yang aku pikirin'


'Far? Jangan bohong'



'Iyaa akuu enggak bohong. Kamu ini takut banget sihh'



'Aku kenal kamu Far, aku tau kamu'


'Hahah tidak mas, kamu sok tau bukan tau beneran, weeekkk'


'Dasaar kamuu ini'



'Mas, aku sayaang sama kamu, tapi..'



'Far, cukup, aku gak mau denger kata setelah tapi dari kamu'



'Mas...'



'Far, kamu percaya sama aku kan?'




**


Lupakan aku

Kembali padanya

Aku bukan siapa-siapa

Untukmu

Kucintaimu

Tak berarti bahwa

Ku harus memiliki mu selamanya



Sejak kapan ada lagu d'masiv di i-tunes saya?


Far, dulu saya pernah bilang dengan penuh keyakinan bahwa; jarak itu klise, kita yang nyata.


Jarak itu cuma persoalan angka, yang bisa dipecahkan bila ada niat dari kita.


Tapi,


Sekarang, Jarak bukan lagi soal angka, jarak tidak lagi klise, melainkan berubah menjadi nyata. Kita yang dulu nyata sekarang malah klise, kita yang sekarang berubah menjadi angka yang dengan niat apapun tidak akan bisa lagi diubah.


Tawa renyah, dan senyum sumringah mu masing terpampang nyata di pikiran saya.

Sedih mu, saat kamu gagal membuatkan saya makan pun masih terasa jelas sekali Far.




Maaf



Malam ini



Untuk kesekian kalinya






Saya merindukan mu.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS