RSS

Cerita di balik secangkir kopi.

Dua tahun terakhir sudah saya menempati rumah baru. Dengan lingkungan sekitar dan orang-orangnya yang tentu saja baru pula.


Mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar tempat saya tinggal sekarang.

Hampir dua puluh tahun saya tinggal di tempat saya yang lama, saya sudah mengenal satu demi satu apa dan bagaimana lingkungan saya. Mulai dari sikap sampai kebiasaan mereka. Dan jujur, kalau harus melakukan hal yang sama atau paling tidak mengenal kebiasaan lingkungan saya sekarang, saya tidak akan mampu. Toh, tetangga sebelah rumah saja saya tidak mengenalnya.

Hahaha.

Lucu bukan?

Tapi ini memang realitanya.



Saya dan generasi saya saat ini tentunya, tinggal di era digital, era modernisasi, era instan. Di mana jarak bukan lagi sebagai penghalang, terbukti dengan para pelaku LDR yang sejauh apapun mereka terpisah jarak dan waktu, tetap saja bisa menjalin hubungan dengan baik.


Tapi justru yang menjadi miris adalah, ketika tekhnologi yang sudah secanggih ini, mampu mendekatkan yang jauh sekaligus menjauhkan yang dekat.


Contoh nyata adalah, ketika kalian sedang hang out, atau nongkrong-lah bareng teman, sahabat, bahkan pacar sekalipun, seberapa sering mereka menatap kalian ketika sedang berbicara dibandingkan mereka menatap ke layar handphone.


Saya sering memperhatikan keadaan sekitar saya. Bagi saya, tidak ada hal yang lebih menarik dari memperhatikan tingkah dan prilaku keadaan sekitar kita. Meskipun kadang kurang kerjaan, tapi aktifitas itu setidaknya dapat membantu kita mengetahui psikologis seseorang dalam keadaan tertentu.

Tidak percaya? Buktikan sajaa.



Dari hasil mengamati prilaku dan keadaan sekitar, saya jadi tahu karena tak jarang menemui, orang yang sedang berkumpul, bergerombol di manapun, sering sekali terdengar tawa renyah yang keluar dari mereka-mereka yang sedang berkumpul bersama tak jarang tawa menggelegar malah, tapi tak saling pandang, tak saling menatap.

Lalu bagaimana bisa mereka berkumpul bersama, lalu tertawa tapi tak saling menatap satu sama lain?

Iyaa, mereka tertawa menatap layar gadget masing-masing.


Saya yakin, kalian juga pernah mengalami hal yang serupa. Sedang berkumpul bersama sahabat, tapi kalian risih atau malah dibuat berpikir sendiri, kenapa mereka malah asyik dengan gadget masing-masing, padahal di hadapan mereka ada manusia yang bisa diajak untuk berinteraksi.


Lalu buat apa berkumpul bersama, kalau malah asyik sendiri sama gadget?


Yang lebih lucu adalah, ketika kalian berkumpul bersama sahabat kalian tapi, mereka malah berinteraksi melalui gadget  padahal orang yang diajak chat, ada di hadapan.

Biasanya hal ini dilakukan kalau memang kalian punya group messenger, lalu ada teman yang tidak bisa ikut, dan kalian sibuk berinteraksi via group tersebut, padahal sedang dan dalam keadaan bersama saat itu.


Tidak hanya kalian, saya pun merasakan hal yang serupa.


Saat sedang asyik berkumpul bersama, tapi yang lain malah sibuk dengan gadget masing-masing.


Kalau keadaan sudah seperti ini, saya akan pergi mencari tempat duduk lain, memesan kopi dan memperhatikan mereka.


Kenapa saya melakukan hal tersebut?

Karena buat saya adalah sia-sia, saya sudah meluangkan waktu untuk berkumpul bersama mereka, tapi hanya raga mereka yang saya temui, jiwanya? Entahlaah~


Saya selalu berusaha menghargai setiap pertemuan, karena saya yakin belum tentu ada waktu-waktu lain untuk mengulanginya.


Makanya sebisa mungkin, saya akan menaruh gadget saya pada tempatnya jika memang sedang dalam keadaan bersama.


Selain untuk menghargai kebersamaan, gadget saya tak semewah yang teman-teman saya miliki, serta tak ada yang akan mencari saya juga.


Hahaha.

Alasan pertama klise, alasan kedua dan ketiga lebih tepat sepertinya.



Tapi kalau dipikir-pikir, saya rindu saat-saat tawa renyah hadir dengan saling menatap satu sama lain, bercanda, mencela, tak jarang menceritakan aib masing-masing sampai lupa waktu.

Tapi, pertemuannya berkualitas. 

Berkualitas dalam artian, kita berinteraksi dengan sesama manusia yang memang saat itu ada di hadapan kita. Jiwa dan raga kita berada pada tempatnya.


Bukan hanya raganya yang kumpul dan ada di hadapan, tapi jiwanya entah berada di mana.




**


Kopi yang saya pesan sudah hampir dingin. Art-nya pun sudah tak karuan lagi bentuknya.


Tadinya saya pesan kopi ini, sebagai pendamping untuk menemani malam saya kali ini.


Di luar coffee shop ini, hujan masih mengguyur tanpa ampun, tanpa jeda.


Di bangku seberang, ada segerombolan manusia yang sedang tertawa riuh. Tapi tak saling pandang, tak saling menatap.


"Kasihan mereka..."


Ucap saya lirih.



Malam yang sia-sia buat saya, tapi tak apa. Memperhatikan mereka adalah hiburan saya kali ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

[ Bab 1 ] Pergi Tanpa Pesan

Bekasi, 10 April 2015




"Jaga dia baik-baik, tuan"
"Saya percaya anda adalah pilihan tepat untuknya"

Gie turun dari atas pelaminan setelah memberikan ucapan selamat kepada dua insan yang sedang dilanda bahagia. Sambil menatap nanar, ekor matanya tak lepas memandang lisa yang saat itu sedang berdiri di samping pria yang baru saja diberikan ucapan selamat oleh gie.

"Semoga kamu bahagia dengan tuan pilihanmu, lisa"

Ucap gie lirih..



**

Jakarta, 17 April 2014



Hujan sedang mengguyur wilayah jakarta dan sekitarnya.

Di dalam kamar, gie sedang harap-harap cemas menunggu hujan reda.

Bagaimana tidak, karena malam ini adalah malam pertama dia berkencan dengan lisa setelah sekian lama hanya mengagumi lisa dari jauh, malam ini gie punya kesempatan untuk bisa berkencan  dengannya.

Gie tak henti-hentinya melihat ke luar jendela kamar, untuk sekedar memastikan bahwa tak ada lagi air yang jatuh dari langit. Sambil sesekali melihat layar handphone menunggu kabar dari lisa.


20.30 Wib

Gie dan lisa sampai ke sebuah mall yang memang sudah menjadi tujuan mereka malam ini.

Naif dan Maliq and D'essentials adalah pilihan tepat menurut gie untuk mengawali kencan pertamanya dengan lisa.

Mall tersebut kedatangan 2 band favorit gie, itu sebabnya gie mengajak lisa untuk menonton konser mereka dan lisa pun akhirnya menerima ajakan gie.

Sambil menunggu naif yang akan on stage sebagai band pembuka pada acara tersebut, gie memutuskan untuk mengajak lisa makan di sebuah restoran cepat saji di sana.

Apalah daya, kantong seorang mahasiswa freelance macam gie hanya mampu membelikan lisa burger berukuran sedang, dengan tambahan french fries dan sebuah minuman bersoda.

Sederhana, tapi karena di samping lisa, makan malam itu terasa sangat mewah untuk gie.

Mungkin bagi lisa terlihat murah. Haha biar saja yang penting kenyang.

"Uhuk..uhuk"

"Pelan-pelan dong gie makannya, sampai tersendak gitu"
"Kamu mikirin apaa sihh, sampai gak fokus gitu makannya"

"Ahh gak ko lis, aku gak mikir apa-apa. Hehe"

Jawab gie kikuk, sambil mengusap rambut belakangnya yang sebenarnya tidak gatal.

Setelah menghabiskan makan, dan merasa energi yang tadi berkurang sudah terisi kembali, gie kemudian mengajak lisa mencari tempat duduk yang pas untuk menyaksikan naif manggung.


Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya naif naik ke atas panggung dan menyapa kami semua yang sudah tak sabar menyaksikan dan mendengarkan lagu-lagu mereka.



Kau yang paling setia,
Kau yang teristimewa
Kau yang aku cinta,
Cuma engkau saja.


Dibuka dengan lantunan khas suara seorang david yang membawakan karena kamu cuma satu, membuat seluruh penonton serentak menyanyikan lagu tersebut bersama-sama, termasuk gie dan lisa.



Denganmu semua air mata,
Menjadi tawa suka ria
Akan-kah kau selalu ada menemani dalam suka-duka.

Denganmu aku bahagia, denganmu semua ceria.
Janganlah kau berpaling dari-ku,
Karena kamu, cuma satu...
Untukku.


***

Sepulang kencan malam tersebut, kedekatan gie dan lisa makin terpampang nyata.

Gie benar-benar telah jatuh hati kepada lisa, tapi tidak tahu bagaimana dengan lisa.

Selama ini gie hanya memberikan kejutan-kejutan serta perhatian-perhatian kecil kepada lisa, sebagai bentuk sayangnya. Tanpa berani mengungkapkan.

Gie tidak ingin merusak kedekatan yang sedang dan sudah dia bangun dengan perlahan. Gie memupuk rasa cinta dan sayangnya kepada lisa lewat perhatian-perhatian kecil yang selama ini dia berikan, tanpa berharap lisa tahu bahwa gie sangat menyayanginya.

Tapi, sejatuh-jatuhnya orang yang sedang jatuh cinta, suatu waktu pasti dia akan sadar bahwa cintanya juga butuh kepastian.

Gie tidak bisa memendam lebih lama perasaannya kepada lisa. Gie pengin tahu apakah, lisa juga memiliki perasaan seperti yang gie rasakan. Atau, jika pun tidak, setidaknya gie telah berani berkata jujur kalau dia mencintai lisa.



Akhirnya, setelah menjalin kedekatan dalam rentang waktu yang cukup lama, dan sering menghabiskan waktu bersama.

Gie memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya kepada lisa, bukan untuk meminta jawaban atas apa yang telah diharapkan gie, tapi hanya sekedar memastikan bahwa perasaannya tersampaikan kepada lisa.

"Lis, ada yang pengin aku omongin serius sama kamu".

"Apa gie? Kamu kaya sama siapa aja, ngomong tinggal ngomong ajaa".

"Tapi, aku takut kamu marah".

"Gimana aku mau marah, kamu ngomong ajaa belum".

"Tapi, janji yaah kamu gak akan marah?".

"Udah deh cepetan, kamu mau ngomong apa?".

"Tuh kan kamu marah, janji dulu kamu gak akan marah".

"Iya-iya aku janji deh, gak akan marah. Emang kamu mau ngomong apaa sih? Serius banget kayanya".



"..... Aku sayang kamu, lis".


"Apa gie? Kamu kurang jelas ngomongnya".

"... Aku sayaaang kamuuu, lisaaa"


"Kamu serius gie sayang sama aku? Ko bisa?".

"Iyaa lis, aku sayang sama kamu".

"Ko bisa gie sayang sama aku, kenapa?".

"Memangnya cinta butuh alasan, sampai kamu harus tanya kenapa aku bisa sayang kamu, lis".

"Buat aku, semua hal itu butuh alasan".

"Tapi, tidak dengan cinta lisa".

"Termasuk cinta, bagaimana kamu bisa bilang, kamu mencintai dan menyayangi seseorang tanpa kamu tahu apa yang membuat kamu berkata seperti itu kepadanya".

"Lis, alasan dalam cinta itu hanya omong kosong. Cinta yang tulus itu gak butuh alasan. Hanya perlu dibuktikan".

"Cinta yang tanpa alasan itu yang omong kosong gie".

"Lis, kalau kamu menanyakan alasan kenapa aku bisa mencintai kamu, jawabannya yaa kamu sendiri lis. Aku sayang kamu yaa karena kamu".

"Gie, jujur aku nyaman sama kamu, kalau sedang bersamamu, aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku bisa tertawa sepuas hatiku tanpa perlu jaim di depan kamu. Tapi,,".

"Tapi, kenapa lis?".

"Aku belum bisa gie balas rasa cinta kamu. Aku nyaman sama kamu, tapi aku masih terluka gie, belum bisa aku nerima kamu kalau aku sendiri belum bisa nyembuhin lukaku, aku gak mau jadiin kamu pelampiasan semata gie, kasih aku waktu gie".

"Aku ngerti lis, aku juga gak minta dibalas secepatnya, aku cuma mau bilang aja apaa yang aku rasain ke kamu. Aku bakal tunggu kamu, lis".

"Makasih gie atas pengertiannya, maafin aku".

"Gak ada yang perlu minta maaf, lis. Karena memang gak ada yang salah".




**

Gie menatap nanar ke hadapan dua orang yang sedang duduk di tengah-tengah sekumpulan orang yang sedang sama-sama diliputi rasa resah dan gelisah.

Dua orang yang sedang senyum sumringah menantikan saat-saat penting nan sakral dalam hidup mereka, dengan puluhan orang di sekitar sebagai saksinya.


Gie berdiri agak jauh dari tempatnya melihat dua orang tersebut. Bukan tanpa alasan gie memilih berdiri di situ, hanya saja, gie tak pengin memperlebar lukanya dengan menyaksikan dari dekat pernikahan wanita yang sangat dicintainya.



"Baiklah, sodara ahmad fadilah, apakah sodara sudah siap?".

"Siapp, pak!".

"Sodara ahmad fadilah, saya nikahkan dan kawinkan sodara dengan lisa rustiani, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayaar tunai".

"Saya terima nikahnya...."


Air mata gie tak terbendung lagi, mengalir deras dari ekor matanya. Hatinya berantakan.

"Udah gie, hapus air mata lo, gak enak tuh diliatin orang. Nanti mereka mikir ada yang gak suka sama pernikahan ini".

"Sehangat pelukan hujan, saat kau lambaikan tangan, tenang wajahmu berbisik inilah waktu yang tepat tuk berpisah".

Kampreet..

"Iyaa gie, udah. Lisa udah bahagia sekarang sama pilihannya, mungkin kalian diciptakan untuk bersama tapi tidak buat jadi satu."

"Tuhan punya rencana yang indah dibalik ini semua gie, percaya ajaa. Masa depan kita masih panjang, gak harus sedih cuma karena masalah kaya gini".

"Iyaa gie, lu harusnya ikut bahagia lisa bahagia, kan ada beberapa hal yang gak bisa dipaksakan di dunia. Kalian, salah satunya.

Dina dan dinda berusaha untuk menghibur gie dan memberi tahu kepada gie untuk tidak terlalu larut bersedih, karena mulai melihat bahwa gie sedang menjadi sorotan tamu-tamu yang datang pada acara tersebut.





"Gimana saksi-saksi?? Sah?".

"SAHHH!!".




"Udah gie, lisa udah jadi milik orang lain. Kita ngerti kok kalau ada di posisi lu, tapi please kali ini ajaa, pasang senyum bahagia lu di acara lisa, walaupun sulit tapi lu juga harusnya bahagia kan lihat lisa bahagia".

"Iyaa din, gua bahagia liat lisa bahagia dengan tuan pilihannya, meskipun bukan gua tapi gua yakin kalau tuan tersebut pilihan tepat buat lisa".


"Gua salut sama lu, gie"


"Oia din, tahu gak?"

"Tahu apa gie?"


"Terkadang, orang hanya perlu tempat untuk berteduh sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang".


"Maksudnya gie?".


"Iyaa, dulu gua dijadiin tempat berteduhnya lisa, saat dia lagi ada masalah, atau dia lagi ada apa gua selalu berusaha ada buat lisa, sampai seenggaknya masalah yang dideritanya sedikit berkurang. Sekarang, lisa udah pulang ke tempatnya din, ke tempat seharusnya dia, di samping fadilah".


"Lu marah gie sama lisa?"


"Marah gak akan bisa mengubah keadaan din, dia bakal tetap ada di sana. Seenggaknya, gua udah berusaha ngelakuin yang terbaik yang gua bisa buat dia. Selebihnya, urusan Tuhan, dan ini udah jadi jalan Tuhan".


"Gie,"


"Iya, din?"


"Gua salut sama lu".



"Aku tak pernah, berharap kau tuk kembali saat kau temukan duniamu. Aku tak pernah menunggu kau tuk kembali bila bahagia mahkota-mu, bila kedamaian selimuti. Jangan kau kembaliiiii"....


"Dindaa berisikk" 

Hardik dina kepada dinda yang sedari tadi sedang meledek gie.


Sedangkan gie hanya tertawa melihat kedua sahabat lisa, yang sudah jadi sahabatnya ketika gie menjalin kedekatan dengan lisa.


Sambil menatap nanar ke arah pelaminan, gie mengucap lirih..



"Semoga kamu bahagia dengan tuan pilihanmu, lisa".

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Teruntuk Lelaki-mu.

Nona, perpisahan adalah hal yang tak diinginkan semua insan. Tapi, percayalah perpisahan adalah awal dari kebahagiaan.


Kau tak percaya?

Mari dibuktikan.


Ini bukan keinginan kita berdua, tapi saya yakin tidak ada juga yang pengin melihat kita bersama.

Selalu ada yang terpatahkan ketika dua hati disatukan.

Pecah-belah.

Berantakan.

Dan, kali ini saya memutuskan untuk jadi hati yang dipatahkan, membiarkan nona menyatukan hati dengan tuan pilihan nona.

Berantakan kah saya?

Jelas.

Bahagiakah saya?

Jika jawaban atas pertanyaan tersebut mampu membuat nona tak lagi berbalik menatap saya yang sedang berantakan, saya pastikan,

Saya b-a-h-a-g-i-a


Kenapa tak saya ucapkan dalam satu hela nafas dan senyum merona kalau memang jawabannya bahagia?

Maaf nona, masih ada isak tangis di antara kata-kata tersebut.


Teruntuk lelaki-mu, saya hanya pengin sampaikan.

Dia beruntung.


Sudah-kah?

Kalau memang dia pria yang tepat untuk-mu, saya yakin dia akan menjaga dan membuat mu baik-baik saja.

Jadi, saya kira tak ada lagi yang pengin saya sampaikan untuk-nya.

Hanya beruntung sajaa, tak lebih.

Tapi, harapan saya dia tidak menganggap nona sebuah keberuntungan. Karna buat saya, nona adalah sebuah anugerah, maha karya Tuhan paling indah.

Dia yang beruntung, bukan karena nona adalah sebuah keberuntungan.


Nona, ada sebuah air yang keluar dari ekor mata saat saya menulis tulisan ini.

Air mata lega karna bahagia melihat nona bahagia, atau air mata penyesalan atas hilangnya sebuah pengharapan saya selama ini.


Saya rusuh, lusuh.

Berantakan, acak-acakan.


Kesempatan yang nona berikan, sudah saya maksimalkan. 

Walau tak sesuai apa yang saya harapkan, tapi saya senang melakukannya.

Sedari awal, saya bilang.

Apapun yang menurut nona baik, lakukan.

Apapun yang membuat nona bahagia, kerjakan.

Dan, siapapun yang dapat meyakinkan nona, dia berhak mendapat kesempatan.

Sekarang, nona telah menjatuhkan pilihan.

Bukan saya, tapi tuan yang menulis nama nona di atas puncak tertinggi. Di atas langit.

Sangat dekat dengan Tuhan tapi masih berpijak di bumi.


Satu hal yang tak bisa saya lakukan.


Hari ini, saya putuskan mengakhiri semua harapan.

Bukan karena nona telah menjatuhkan pilihan atau habisnya semua kesempatan saya.

Tapi, saya sadar.

Mengharapkan sesuatu yang tak pengin diharapkan adalah hal yang sia-sia.


Kita bagai sebuah lingkaran yang tak kunjung jelas mana ujungnya.


Selamat berbahagia nona, semoga dalam keadaan baik-baik saja.

Dan biarkan saya menghapus luka saya dengan cara saya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Merayakan Kehilangan

Ada sebuah hal yang tak pernah diinginkan semua orang, kehilangan salah satunya.



Sebuah pengharapan akan menjadi kenyataan, dengan diiringi pengorbanan serta "campur tangan" Tuhan.


**

Sudah lama saya berharap, meratap lebih tepatnya.

Berjuang, berkorban (menurut saya) tapi tidak tahu menurut dia, apakah perbuatan saya disebut pengorbanan dan perjuangan.

Saya lelah.

Ingin berhenti.

Tapi hati malah di luar kendali.

Kata hati, sesuatu yang indah membutuhkan pengorbanan yang lebih.

Baik, saya ikuti.


Karna saya percaya, hati tak pernah berdusta.


Makin jauh saya berbuat, terasa makin tersesat.

Saya menjadi orang lain dalam diri saya sendiri.


Bukan indah, saya makin lelah.

Membohongi diri sendiri dengan menjadi orang lain adalah perbuatan dzalim. Menurut saya.


Saya putuskan menyerah.

Selain karena lelah, saya juga tidak pengin berpura-pura.


Lamaa sayaa berpikir, menghentikan atau melanjutkan.

Merenung.

Terdiam


Lalu kemudian.


Hahahaha


Saya memikirkan hal yang tak seharusnya saya pikirkan, berbuat hal yang tak seharusnya saya perbuat, dan berjuang untuk hal yang tak seharusnya saya perjuangkan.

Berkorban untuk hal yang saya kira benar tapi tidak tepat.

Untuk itu, mari merayakan kehilangan.



Karena tak semua kehilangan berujung kesedihan dan penyesalan..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Berdua Saja

Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata, ketika kita berdua..


Hanya aku yang bisa bertanya, mungkinkah kau tahu jawabnyaa.


**

.......

Apaa yang dirasa ketika dua orang menyimpan perasaan yang sama tapi saat bertatap muka tak ada kata yang keluar dari keduanya?


Entah apaa yang dirasa, mungkin itu terbaik bagi mereka.


Keinginan untuk tidak menyakiti orang di sekitar, menjadi alasan utama.


Atau memang ada hati yang berusaha mereka jaga.


Bait pada setiap doa adalah cara mereka bertukar sapa.


Tanpa tatap muka, temu kata.


Hanya sebatas bait doa di atas sajadah yang lusuh dimakan usia jadi saksinya..



Beberapa malam pernah mereka lewati bersama di tempat yang berbeda, tapi dengan luka yang sama.


Air yang mengalir dari ekor mata, dan sembab yang mendera menjadi bukti luka mereka.


Mereka dengan tegar saling menderita demi menjaga perasaan orang di sekitar mereka.

Orang yang hanya ingin bahagia tanpa memperdulikan sakitnya mereka.


Sampai kapan mereka berbuat sejauh ini?

Mungkin sampai mereka lelah dan melupakan cinta serta perasaan yang mereka punya.

Lalu bagaimana nasib bait per bait doa yang membuat mereka bertegur sapa?

Sudahlah, Tuhan selalu menyimpan rahasia.



Kita lihat saja bagaimana akhir dari dua orang yang saling dimabuk asmara tapi tak juga kunjung berkata-kata..


Jangankan kata, tatap muka saja jadi hal yang terlihat fana bagi keduanya..


**

Malam jadi saksinya, kita berdua di antara kata yang tak terucap,

berharap waktu membawa keberanian untuk datang membawa jawaban.

Mungkinkah kita adaa kesempatan....


Ucapkan janji,,


Tak kan berpisah selamanyaaaa....





 Ins : payung teduh - berdua saja

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS