RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 6

"Lagi apa bro?"


"Biasaa lagi jadi cowok dulu"

"Yaelaah broo, aktifis ko nyuciin tasnya cewek, lo ini gimana bro hahaha"


Pengin saya sumpel saja rasanya mulut dia yang lebar saat mengeluarkan kalimat tersebut.


"Gak pantes lu ngomong pake 'gue-lu'!"


"Haha wes biyasa aja toh bro, kamu ini aktifis tapi takut sama cewek"


"Udaah sana lu pergi, gangguu ajaaa!"


"Hahaha, kaa..kaa liat sini deh sii Ben lagi apaa"


Belum habis rasa kesal saya, manusia planet ini sudah memanggil temannya untuk bekoalisi 'menjatuhkan' saya.


"Opo sehh kalian ini pagi-pagi sudah ribut-ribut"


"Liat tuuhh, si Ben lagi apa"


"Hahahha, lagi apaa koe? Aktifis ko nyuciin tasnya cewek"


"Emang salah yaah?" Ujar saya.


"Yaa ndak sihh, cuma..."


"Cuma apaa?" Saya penasaran.


"Kamu takut sama cewek. Hahahahaha"


"Udah pergi lu padaaa"


"Ahh kamu, gituu aja ngambek. Hahaha"


"Pergi!!!"


"Ituu cuma tas yang dicuciin? Baju sama celananya gak sekalian kamu cuciin juga? Hahaha"


Saya bergegas ambil air dalam gayung lalu saya siram ke mereka supaya mereka enyah dari hadapan saya.


"Hahahha, akuu mau beli sarapan, kamu mau nitip apa Ben?"


"Nitip Tuhan suruh jagain Farah"

Ucap saya lirih.


"Ben??"


"Ohiyaa, nasi pecelnya satuu"


"Okeh. Ituu yang bersih nyucinya, nanti Tuan puterinya marah. Hahaha"


"Shut up!!!"


"Hahahha"


**

Kamu tau Far, saya bercita-cita untuk punya kantor yang ada coffee shop-nya. Jadi, saya bisa menikmati kopi setiap saat.

Kamu tau kan saya sangat menyukai kopi, makanya ketika di sana saya sering mengajakmu ke coffee shop yang ada di sana.

Bagi saya, kopi adalah sahabat paling setia selain hujan.

Bagi saya, tak ada yang bisa mendengarkan keluh kesah saya, menemani saya dalam keadaan apapun, membantu saya menemukan segala inspirasi, menenangkan pikiran saya selain secangkir kopi.

Tapi, nampaknya saya harus sudah mulai mengurangi intensitas saya bersama 'teman' saya tersebut deh, kondisi tubuh saya tidak memungkinkan untuk saya sering-sering menikmatinya lagi, tidak seperti dulu yang hampir tiap jam saya bersamanya.



Triiitttt...Triitttt...triiittt

*pesan dari chandra*


"Apaa kabar bro? Jakarta aman?"

Panjang umur manusia satu ini, baru saja saya menulis percakapan dia waktu itu sekarang dia malah menghubungi saya.

Tapi, biarlah saya balas nanti saja, saya sedang sibuk mengingat kejadian-kejadian waktu bersama Farah dan sedang saya tuangkan dalam tulisan saya.


Di hadapan saya saat ini, ada machiato, sebuah laptop yang biasa saya pakai untuk menulis, dan Fisolopi Kopi-nya Dewi "dee" Lestari yang baru rampung saya baca.

Di sebuah coffee shop di kawasan Bintaro ini saya menghabiskan malam minggu saya, seorang diri. Ahh tidak, ada machiato sii sahabat sejati saya yang sengaja saya biarkan dingin.


***

"Kamu mau bikinin aku apaa sihh?"

"Ada deh, pokonya nanti enak gak enak harus kamu makan, harus abis, gak mau tau"

"Dihh ko gitu, kalau enggak enak gimana?"

"Bodo bodo gak mau tauu harus habis pokonya"

"Iyaa tapi itu kenapa sayur semua, kamu mau masakin apa?"

"Udah diem gak usah cerewet, makanan sehat pokonya, kamu harus makan. Suka sayur kan?"

"Suka sih, tapi.."

"Udaaahhh, gak usah pake tapi-tapian harus dimakan pokonya"

"Iyaa iyaa"


"Yuk udah"


"Udah belanjanya?"


"Sudaaaahhhhh"


"Kirain cewek kalau masuk mall ajaa lama, masuk pasar tradisional juga lama yaah"


"Hahaha namanya juga cewek ihh, kamu harus terima"


"Lagian cewek kaya kamu, emang biasa ke pasar?"


"Hehh! Enak ajaa, waktu adikku sakit, terus mamah nemenin, siapa yang masak buat keluarga"


"Pembantu kan?"


"Enak aja, akulah~"


"Lah iyaa, kan kamu mah pembantu dikeluarga kamu. Hahha"


"Ihh kamuuuuu...."


*disebuah coffee shop, pukul 20.15 wib*


"Ben, makanannya tumpah gak bisa dimakan"

"Udah gapapa, nanti kita tetep makan yaah, kan sayang-sayang kamu udah repot-repot makan"

"Gak mau, gak usah, dibuang ajaa"

"Far, udah gapapa ko nanti akuu makan yaah"

"Gak usah, gak usah! Dibuang ajaa"

"Far, kan sayang udah dibuat, udah panas-panasan juga tadi di pasar"

"Udah gapapa, dibuang ajaa gak enak jugaa pasti rasanya"

"Enak ko, apalagi kamu yang buat hehe"

"gaak! Udah buang! Kamu makan, aku marah!"


Untuk pertama kalinya saya melihat Farah, sedih dan marah saat bersamaan. Saya tidak tahu harus ikut sedih juga atau tertawa, tapi buat saya ini awkward hahaha. Dia bisa sedih dan marah di saat bersamaan.

Ajaib!


"Ohh iyaa, makanannya tumpah semua, tas kamu jadi kotor, sini aku bersihin"

"Jorok! Jangan dimakan!"

"Gapapa, aku mau nyobain hasil masakan kamu, kapan lagi kamu bisa masakin aku"

"Kamu makan, akuu marah!"

"Far, sedikit yaah"

"Enggggaaaakkkk!"

"Terus kapan aku bisa nyobain masakan kamu?"

"Enggak mau, aku gak mau masakin kamu lagi, aku udah gagal"

"Far, udah yaah yang ini aja aku makan"

"Kamuu makan, akuu marah!"



***

Mata saya mengembang, ada sesuatu yang jatuh dari ekor mata membasahi pipi.

Saya gagal menepati janji saya.


Kita terlalu lama terlarut dalam rasa yang entah benar atau salah. Maaf, saya maksudnya.

Pertemuan demi pertemuan yang tak disengaja membuat kita terbawa akan arus yang entah akan berhenti di mana.


Saya percaya takdir, tapi bukan berarti berhenti berusaha.

Seperti kata Dewi "dee" Lestari;

Ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan di dunia. Namun, layak diberi kesempatan.








Pertanyaannya;

Masihkah ada kesempatan untuk saya, Far?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar