RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 8

Akhirnya hari itu datang juga yaa Far.


Hari dimana, kita bakal dipisahkan oleh jarak.

Hari dimana yang mungkin, kita nantikan cepat datang sekaligus tidak kita inginkan.

Kadang, hidup selucu itu memang.

Far, kamu tau?

Malam sebelum hari itu datang, saya gak bisa tidur. Di kepala saya penuh sekali dengan memori kita berdua, saya, kamu, dan mereka-mereka yang saat ini sedang terlelap dan menunggu hari esok tiba.

Saya mau mengucapkan terima kasih banyak untuk mereka yang sudah repot-repot membantu saya menyiapkan kejutan kecil untukmu.

Saya juga mau minta maaf untuk bapak-bapak polisi yang sudah saya tabrak hanya untuk menghindari ditilang, padahal saya tidak tau salah saya apaa.

Namanya juga cowok.


**

"Minggir mas minggir" ucap seorang polisi yang sudah menunggu saya di depan.

Saya meminggirkan motor sambil melihat ke arah belakang, memastikan bahwa dua orang polisi yang tadi saya tabrak karena ingin memberhentikan laju motor saya dalam keadaan baik-baik saja.

"Kalau naik motor pelan-pelan mas" ujar polisi itu lagi.

Saya tidak tau kenapa saya diberhentikan, saya tak melanggar lalu lintas, helm pun saya kenakan dua bersama teman saya. Lampu depan saya nyalakan. Akal-akalan saja polisi ini.

"Boleh liat surat-suratnya?"

"Ini pak" ucap saya sambil menyerahkan surat yang diminta oleh polisi tersebut.

"Simnya?"

"Ketinggalan di Jakarta pak" ucap saya asal.

"Duh ko bisa mas, harusnya sim itu selalu dibawa karena penting"

"Iyaa pak maaf"

"Ktp boleh liat?"

"Boleh pak, ini" saya menyerahkan ktp yang diminta oleh polisi tersebut.

Kalau boleh jujur, kondisi badan saya tak memungkinkan untuk saya berlama-lama di sana. Semalaman badan saya sampai pagi sebelum kejadian ditilang itu tak bisa digerakan, lemas, mual pula, ditambah perilaku oknum polisi tersebut yang meminta untuk 'titip sidang' dalam bahasa dia padahal bilang aja minta duit bikin saya tambah mual.

"Kalau sidang tanggal berapa pak?"

"Kalau mas ikut sidang, tanggal 18 mas, stnk saya tahan"

"18? Saya udah balik ke Jakarta tanggal segitu mah"

"Iyaudah, mas 'titip sidang' ajaa"

"'Titip sidang'? Caranya?"

"Iyaa mas bayar denda kesalahan mas, ini keterangannya" sambil menyodorkan sebuah buku panduan mengenai biaya-biaya yang harus saya bayar karena kesalahan saya.

"Mati gua"

"Kenapa mas?" Ucap oknum tersebut heran.

"Gapapa pak"

Saat itu saya tak membawa dompet, uang saya pun sebagian sudah saya belikan sesuatu untuk memuluskan rencana saya memberikan kejutan untuk Farah.

Melihat nominal yang ada di buku panduan tersebut gimana saya gak kaget dalam kondisi gak bawa uang juga.

"Eeeee gini pak, uang saya gak ada segitu, gimana pak?"

"Yaudah kalau gitu mas ikut sidang aja"

"Yaah pak, saya sudah kembali ke Jakarta tanggal segitu, gimana dong" antara memelas atau memang sudah tak ingin berlama-lama di sana, saya akhirnya mengambil beberapa lembar uang yang tersisa di saku saya lalu memberikannya ke oknum polisi tersebut secara yaaa kalian lebih paham lah yah caranya.

"Makasih yaa pak, saya pamit dulu"

"Iyaa hati-hati mas"

"Bapak yang hati-hati pak"

Ucap saya lirih.


***

Sesampainya di tempat saya tinggal, saya tak bisa lagi menahan kondisi tubuh saya, saya ambruk dengan suhu tubuh yang sangat tinggi.

Badan rasanya tak bisa digerakan lagi, namun kalau saya kalah dengan kondisi saya, saya akan gagal membuat kejutan untuk Farah, dengan sekuat sisa-sisa tenaga yang saya miliki, saya berusaha sekuat mungkin untuk bangun mempersiapkan semuanya secara spontan dan sederhana.

Saya meminta bantuan teman-teman saya untuk terakhir kalinya, sekaligus meminta maaf jika selama tinggal bersama mereka, saya banyak merepotkan.

Setelah semuanya siap, saya juga bersiap untuk menjemput Farah di tempat kediamannya, namun tubuh saya gak bisa diakali, saya gak sanggup untuk berjalan menjemputnya.

Beruntung hari itu, teman-teman saya bersedia membantu untuk menjemputnya.


Far, siang itu saya berterima kasih kepada semesta, semuanya berjalan dengan lancar.

Hari itu, hari terakhir kita di sana, hari pertama saya melihat kamu menangis terharu karena bahagia, saya senang melihatnya.

Setidaknya, ada salah satu hal yang bisa saya buat berkesan untukmu, walaupun nantinya saya sadar, semua itu akan hilang setelah dia datang.

Semua yang saya lakukan hari itu, akan terhapus setelah kalian bertemu, tapi, saya tetap berusaha untuk melakukan yang saya bisa untukmu selama kamu masih bersama saya.

Soal nanti, semuanya akan hilang seiring berjalannya waktu dan kedatangan dia, biar menjadi urusan belakangan.

Far, hari ituu terasa begitu cepat berlalu, detik, menit, jam terasa sangat begitu cepat, waktu telah memasuki senja, itu artinya saya akan kehilangan kamu entah untuk waktu yang kapan.

Saya juga harus sudah mulai meng-ikhlas-kan kalau kalau nanti seiring kedatangan dia, kamu akan melupakan saya.


Kamu ingat tidak?

Apa yang kamu katakan sesaat setelah kita berpisah nanti?



Kamu pasti lupa yaah?


Saya juga tidak ingin mengingatkannya, buat saya terlalu sulit untuk diungkapkan lagi, saya tidak ingin menagihnya, toh kalaupun kamu lupa biarlah semua berlalu seperti sekarang adanya.



Kau hanya membuatnya tertawa, bukan bahagia. Kau hanya penghibur dan dia hanya terhibur.


Mungkin, kali ini saya sepakat dengan kalimat Karizunique di atas. Saya hanya bisa membuat mu tertawa bukan bahagia, karena kamu sudah memutuskan untuk bahagia dengan siapa.


Saya tidak mengerti awal tujuan saya menulis cerita ini, yang pasti, kamu tau kan?

Saya tidak suka berbagi kisah dengan siapapun kecuali dengan diri saya sendiri. Saya enggan merepotkan orang lain untuk menyediakan waktu dan telinganya untuk mendengarkan cerita saya. Termasuk ke kamu.


Maaf, kalau selama ini sering merepotkan.


Maaf, kalau selama ini sudah menganggu kehidupanmu dengan berbagai cerita tidak penting saya.


Dan, maaf sudah membuatmu repot karena harus dirindukan manusia seperti saya.





Far, sekarang semuanya sudah berubah. Entah kenapa, harusnya saya sadari dari awal bukan malah menyesalinya.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar