RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan

Saya selalu kesulitan menentukan awal kalimat dari sebuah tulisan yang saya buat.


Saya yakin, mereka yang suka menulis juga merasakan hal yang sama.


Atau, hanya saya saja yang merasa seperti itu?


**

"Mau pesan apa mas?"

"Mas, mau pesan apa??"

...


"Mas, mas"

"Eh iya mba"

Lamunan saya tiba-tiba dihentikan oleh suara seorang waiters di sebuah cafe di kawasan Cilandak, Tempat saya berada malam ini.

"Maaf mas, mengagetkan"

"Oh iyaa mba, gapapa, ada apa mba?"

"Ini, masnya mau pesan apaa?"


"Espresso mba, gak pake gula"


"Espresso? Gak pake gula?"


"Iyaa mba"


"Baik, ditunggu ya mas"



"Iya mba, makasih"


Tiga bulan lalu terakhir kali saya mendatangi tempat ini, padahal dulu hampir setiap minggu saya tak pernah absen mengunjungi tempat ini.

Dulu, 

Waktu saya masih bersama kamu.

Kini, setelah 3 bulan sejak kepergian mu ini pertama kalinya saya mengunjungi tempat ini lagi.


Ya, anggap saja saya sedang 'ziarah' mengunjungi kenangan bersama mu.


Kamu begitu suka dengan cafe ini, saya dulu tidak mengerti tapi berusaha memahami.

Cafe dengan desain vintage, dan agak klasik ini menghadap ke bahu jalan, tempat di mana para pengunjung dapat melihat kondisi jalan di jakarta yang -entah mau disebut apa- karena sudah bingung saya menyebutnya.

Pengendara motor di trotoar, tempat yang seharusnya jadi tempat bagi pejalan kaki.

Pengendara mobil yang mau saya bilang bodoh karena membunyikan klakson di saat keadaan macet tapi saya tidak tega menyebutnya bodoh.

Atau, pengendara motor yang sibuk ngomel karena bagian belakang motornya ditabrak motor yang di belakangnya, karena ingin menyalip.

Hahaha.

"Maaf mas, ini pesanannya"

"Oh iya terima kasih mba"

"Oia maaf mas, ko tumben baru kelihatan lagi? Biasanya tiap minggu hampir selalu ke sini kan sama pacarnya hehehe"

"Dia sedang pergi mba"

"Pergi ke mana mas kalau boleh tau"

"Ke bulan mba"

"Ahh mas ini bisa aja bercandanya deh"

"Dia pergi dengan orang yang tepat mba, dan bukan saya"

"Ohh maaf mas"

"Iya mba gapapa"

"Permisi mas"


***

"Aku mau putus"


"Putus? Ta..tapi kenapa?"


"Aku merasa tidak cocok lagi dengan kamu"


"Tidak cocok? Maksudnya?"


"Sudahlah! Kau selalu sibuk dengan dunia mu, bahkan hampir selalu tak punya waktu untuk ku"


"Sibuk? Aku sibuk juga sedang berusaha untuk membahagiakan mu, kalau aku tak bekerja, mengurusi klien sana-sini kapan aku bisa mengumpulkan uang untuk menikahimu"


"Kau pernah mengucapkan kalimat yang sama 1 tahun yang lalu"


"Iyaa tapikan..."


"Sudahlah ben, aku tak kuat lagi jalani hubungan ini dengan mu. Aku capek selalu jadi prioritas -entah keberapa dalam hidupmu-"


"Tapi far, aku melakukan ini semua untuk mu. Aku bekerja dari pagi bahkan sampai larut malam semata-mata untuk mewujudkan impian kita, menjalin rumah tangga denganmu"


"Aku paham ben, dan berusaha untuk mengerti. Tapi maaf, aku telah sampai di ujung batas pengertian ku, aku tidak bisa selamanya seperti ini. Aku ingin diperlakukan seperti wanita lainnya, aku ingin mendapatkan hal yang sama seperti yang wanita lain dapatkan dari kekasihnya"


"Far..."


"Maafkan aku ben, terima kasih untuk semuanya"


"Faar.."


"Ben! aku pergi dulu, jaga diri kamu baik-baik, jangan lupa jaga kesehatan, dan jangan terlalu banyak minum kopi, ingat asam lambungmu"


**

Aku masih ingat betul kalimat terakhir yang kamu ucapkan ketika mengakhiri hubungan kita. Bahkan sampai raut wajahmu, tatapan matamu, aku ingat betul.

Dan, tempat ini.

Masih terasa begitu banyak hal tentang kita.

Pelukan hangat disertai cumbuan mesra yang kita curi-curi agar tak ketauan pengunjung lain.


Tangisan air mata kesedihan, saat kamu ceritakan segala masalah yang didapati di kantor tempat mu bekerja.


Air mata kebahagiaan, saat tau dirimu mendapatkan promosi jabatan.


Semuanya kini tersimpan rapih di dalam ingatan ku, Far..

Dan, tak ada niat untuk ku hapus.

Sungguh.

Biarkan semuanya mengendap, menelusuk jauh di dalam ingatan ku.


Dan, jika aku sedang ingin ber'ziarah' mengunjungi kamu dengan kenangan mu. Cafe ini adalah tempatnya.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

4 komentar:

Jefferson L mengatakan...

*lagi membayangkan cafe vintage klasik* sebentar, apa jangan-jangan si far mati 3 tahun yang lalu? atau cuma hubungan mereka yang mati?

Fandhy Achmad R mengatakan...

ini ceritanya kok jadi kayak cerita si mahmud arabika sama cerita rima dunarsih hahaa

Unknown mengatakan...

Nantikan sambungannya mas😂😂

Unknown mengatakan...

Saya malah gak tau mas, ada linknya buat saya baca ceritanya? Heheh

Posting Komentar