RSS

#Cerpen : Akhir Perjalanan 2

Namanya Farah, wanita yang selalu bisa membuat saya ingin memberikan segala hal yang ada di dunia untuknya.


Saya bersungguh-sungguh.

Sejak bertemu dengannya, entah kenapa bagi saya, Farah adalah wanita yang luar biasa. Wanita yang bisa menerima kekurangan saya untuk dilengkapi olehnya, wanita yang mampu membuat saya menjadi pria paling beruntung karena disayang olehnya.

Farah yang dengan segala sifat ajaibnya mampu membuat saya yang dingin -menurut teman-teman saya- berasa jadi 'hangat' jika didekatnya, segala hal yang diperbuat olehnya mampu menyihir saya dan membuat saya lebih bergairah dalam menjalani hidup.

Farah mampu mengubah hidup saya yang monoton.

Walaupun, sesekali 
dia juga mampu menunjukan sikap dewasanya di depan saya jika kami sedang membicarakan hal-hal serius.


Malam ini..

Saya merindukannya..

Sungguh..


**

"Aku bosan mas hidup di Jakarta"

Ucap Farah sambil meletakan kepalanya di bahu saya.

Malam ini, kami sedang berada di sebuah cafe dibilangan Cilandak, Jakarta Selatan, cafe yang merupakan tempat favorit Farah dalam melepas penat. Dan, sekarang cafe ini juga jadi tempat favorit bagi saya, karena Farah hampir tiap seminggu sekali mengajak saya ke sini.

"Bosan kenapa sayang?"


"Iya, bosan aja mas. Kota ini terlalu ramai"

"Loh, ya wajar saja, kan ini Ibukota Negara"

"Ihh mas ini"

Farah mencubit kedua pipi saya dengan gemasnya sampe menimbulkan warna merah. Hal ini lah yang selalu ia lakukan jika jawaban saya tak sesuai dengan ekspektasiya, maksud saya, jika dia merasa jawaban saya tidak singkron dengan pernyataan yang dia lontarkan.

"Aww!! Sakit tauuk!"

Ucap saya dengan berpura-pura marah, padahal saya suka dengan sikapnya.

"Maaf mas maaf, terlalu keras yaah"

Sambil mengusap kedua pipi saya dengan manja seakan-akan ingin mengobati sakit tadi sehabis dicubit olehnya.

"Maksud ku begini mas, aku butuh kesunyian, aku butuh ketenangan"

"Lalu?"


"Aku ingin setiap pagi, dibangunkan oleh suara burung-burung berkicauan, udara segar khas pedesaan, pemandangan alam yang memanjakan mata, senja yang indah, lalu bintang yang bertaburan di malam hari"

Saya terdiam mendengar pemaparan Farah, dan berusaha menyimaknya dengan seksama.



"Hal yang sepertinya mustahil didapatkan di sini mas, di Jakarta, yang makin hari makin penuh sesak dengan populasi manusia yang menggantungkan harapan serta cita-cita mereka"

"Mas?"

"Mas?"


"MAS!! Ihh"


"Maaf, maaf sayaang aku sedang mengkhayalkan apa yang barusan kamu paparkan, lalu maumu gimana?"


"Aku pengin, suatu hari nanti, kelak jika aku dan kamu menikah lalu punya anak, kita pindah dari Jakarta menuju ke tempat yang membuat kita bisa memperkenalkan anak kita dengan alam mas"


"Lalu?"

Tanya saya antusias mendengar setiap kata yang terucap dari bibirnya yang ranum.


"Jika nanti anak kita perempuan, aku akan mengajarkannya menyulam, menjahit, lalu akan ku ajarkan dia memasak masakan kesukaanmu mas, mengajaknya pergi ke sawah..."


"Kalau laki-laki?"


"Kalau laki-laki, kau bisa mengajaknya berburu ikan di laut, naik gunung, membajak sawah, mengajarkannya bermain suling bambu"


"Hah?? Aku kan tidak bisa melakukan itu semua, bagaimana nanti bisa mengajarkannya"


"Ohh, iyaa yaah? Yasudah nanti aku yang mengajarkannya saja"


"Memangnya kamu bisa?"


"Tidak juga sihh"


"Lah lalu bagaimana?"


"Ahh yaa sudahlah begitu pokonya, kamuu ini"


Farah mengacak-acak rambut saya, karena menganggap saya telah mengacaukan imajinasinya.


"hahahah, kamu diapain saja tetep ganteng yaa Ben"


"Tidak usah menyindirkuu"



"Bagaimana hubunganmu dengan dia?"


"Ben.."


"Tidak, tidak, aku hanya pengin tau saja"


"Sudah malam Ben, sebaiknya kita pulang"


"Far??"


"Yuk Ben, aku enggak mau kita kemalaman, kasihan kamu nanti terlalu larut pulangnya"


"Iyaudah yuk"


**


Saya masih ingat setiap detik percakapan yang kita buat Far. Segalanya berjalan begituu lama, sejak kepergianmu.
Hingga meninggalkan luka yang menganga, yang entah kapan dapat ditutupi dengan rasa yang pernah ada.

Segalanya berubah Far, hanya ada hitam, kelabu. Pekat lebih tepatnya.


Mungkin benar kata Faisal Reza, 'ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan di dunia. Kita, salah satunya'


Tapi Far, jika suatu saat kamu membaca tulisan ini atau paling tidak semesta berbaik hati mempertemukan kita dalam keadaan tidak disengaja, aku pastikan bahwa aku akan baik-baik saja, dan ditinggalkan mu, aku tidak merasa bahwa hidup ini akan berakhir dengan sia-sia.



Tapi, kamu juga pasti sadar.

Paragraph terakhir adalah sebuah kebohongan terbesar dalam hidup saya.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar