Sudah beberapa hari ini
matahari tak kunjung muncul dilangit kala pagi menyapa, beribu – ribu bintang
pun seakan menghilang ditengah gelapnya malam, hanya rintikan air yang akhir –
akhir ini setia menemani disetiap waktu. Hujan lebih sering menyapa di awal tahun,
seperti ingin membasahi bumi ini yang dalam beberapa bulan kebelakang disengat
oleh panasnya sinar mentari.
Hujan ini pula lah yang
menahan langkahku untuk sekedar beranjak dari kenyamanan yang ditawarkan oleh
tempat tidur sejak semalam suntuk padahal banyak hal yang aku harus lakukan di
pagi ini, namun rintikan hujan seakan ingin aku untuk lebih lama lagi menikmati
pagi ku yang seperti biasa gelap, kelabu tanpa ada cahaya penerang.
Pagi itu hujan kembali
berhasil membuatku memasuki sebuah lorong waktu dimana aku pernah menghabiskan
waktuku denganmu, untuk hanya sekedar bercerita, bercengkrama bahkan sampai
mengukir sebuah kenangan indah berdua.
Saat itu aku mengingat
banyak hal yang dahulu pernah kita lakukan dikala air mulai terjatuh dari
langit, aku ingat saat kita berteduh di sebuah gubuk renta hanya untuk
menghindari tetesan air tersebut mengenai tubuh kita atau aku ingat saat aku
memayungi mu dengan sebuah jaket kumuh yang ku punya hanya untuk menghindari
tetesan tersebut.
Kuarahkan jauh lamunanku
kebelakang saat aku mulai mengenal dan
menaruh hati padamu. Aku ingat semuanya, aku ingat saat kamu berbagi
kebahagiaan dan kesedihanmu kepadaku aku merasa menjadi manusia paling
beruntung saat itu, alasannya? Entahlah.
Atau aku ingat saat kita
menghabiskan waktu berdua dan dibawah langit yang bertaburan bintang serta
bercahayakan sinar rembulan kita menasbihkan hubungan kita, itu menjadi salah
satu momen terbaik dalam hidupku yang takkan ku lupakan sampai kapanmu.
Entah kenapa hujan selalu
berhasil membuatku betah berlama – lama berada dalam kenangan masalalu dan
tenggelam didalamnya, satu hal yang sebenarnya tidak sama sekali aku inginkan.
Semua harapan, kenangan, cinta maupun luka itu sebenarnya sudah ku tutupi rapat
– rapat namun tidak tahu kenapa ketika hujan semua memory indah itu
kembali menanjak ke daratan seolah ingin
berontak dan keluar dari lubuk hati yang paling dalam.
Aku beranjak dari tempat
yang paling nyaman dirumah ini yaitu kasurku, ku pandangi diriku dicermin terlihat
raut wajah ku yang berusaha tersenyum padahal dalam hati sedang bersedih,
dicermin terlihat semua kepalsuan yang selama ini aku berusaha tunjukan kepada
semua orang kalau sesungguhnya diriku ini adalah seorang pria yang kuat tapi
nyatanya aku tidak bisa menyembunyikan diriku yang sebenarnya rapuh dan tak
‘bertuan’ ini.
Semua kepalsuan ini selalu
aku berusaha tunjukan kepada semua orang bukan karna aku munafik tapi karna aku
tidak ingin orang memandang lemah diriku yang masih sering berkutat pada luka dan
kenangan dimasa lalu meskipun pada kenyataannya aku memang seperti itu. Namun
ku coba berusaha menutupi itu semua rapat – rapat demi dia pula, dia yang sudah
membuang ku seperti sampah dan kini sedang tertawa dikejauhan melihat
keterpurukanku.
Tak terasa lamunan ku
dipagi ini berhasil membuat air mata ini jatuh membasahi pipi beriringan dengan
jatuhnya air hujan yang sejak tadi tak kunjung henti, air mata terakhir yang
aku jatuhkan untuk orang seperti mu yang rasanya tidak pantas ku tangisi
kepergiannya.
“Jangan tangisi
kepergiannya, dia yang terlalu pecundang untuk bisa setia” – alit susanto.
Ku sudahi lamunan ku di
pagi ini karna tidak ada gunanya pula aku menangisi masa lalu yang seharusnya
sudah ku ikhlaskan. Masa lalu seharusnya hanya menjadi kenangan dan pelajaran
bukan malah untuk di tangisi, ahh hujan ini memang selalu bisa membuat semua
orang mengeluarkan sisi lain pada diri mereka masing – masing termasuk sisi
lain diri ku.
Seiring lamunan ku
berhenti hujan pun ikut berhenti di pagi itu menandakan kalau aku harus segera
mulai menjalankan rutinitas ku hari ini, meskipun dengan hawa udara yang sudah
terlanjur membuai ku untuk diam dan berlama – lama menikmatinya disini namun
masa depan ku juga enggan menunggu kalau aku hanya terpaku disini dan dikalahkan
oleh cuaca seperti ini. Aku harus menjemput masa depanku dan masa depan adalah
hasil jerih payah dari apa yang telah aku lakukan hari ini dengan
mempertaruhkan segala rasa nyamanku di waktu muda untuk mendapatkan rasa
nyamanku di waktu tua nanti tentunya bersama orang – orang yang aku cintai,
kalian mungkin akan menjadi salah satunya.
0 komentar:
Posting Komentar