RSS

[ Bab 1 ] Pergi Tanpa Pesan

Bekasi, 10 April 2015




"Jaga dia baik-baik, tuan"
"Saya percaya anda adalah pilihan tepat untuknya"

Gie turun dari atas pelaminan setelah memberikan ucapan selamat kepada dua insan yang sedang dilanda bahagia. Sambil menatap nanar, ekor matanya tak lepas memandang lisa yang saat itu sedang berdiri di samping pria yang baru saja diberikan ucapan selamat oleh gie.

"Semoga kamu bahagia dengan tuan pilihanmu, lisa"

Ucap gie lirih..



**

Jakarta, 17 April 2014



Hujan sedang mengguyur wilayah jakarta dan sekitarnya.

Di dalam kamar, gie sedang harap-harap cemas menunggu hujan reda.

Bagaimana tidak, karena malam ini adalah malam pertama dia berkencan dengan lisa setelah sekian lama hanya mengagumi lisa dari jauh, malam ini gie punya kesempatan untuk bisa berkencan  dengannya.

Gie tak henti-hentinya melihat ke luar jendela kamar, untuk sekedar memastikan bahwa tak ada lagi air yang jatuh dari langit. Sambil sesekali melihat layar handphone menunggu kabar dari lisa.


20.30 Wib

Gie dan lisa sampai ke sebuah mall yang memang sudah menjadi tujuan mereka malam ini.

Naif dan Maliq and D'essentials adalah pilihan tepat menurut gie untuk mengawali kencan pertamanya dengan lisa.

Mall tersebut kedatangan 2 band favorit gie, itu sebabnya gie mengajak lisa untuk menonton konser mereka dan lisa pun akhirnya menerima ajakan gie.

Sambil menunggu naif yang akan on stage sebagai band pembuka pada acara tersebut, gie memutuskan untuk mengajak lisa makan di sebuah restoran cepat saji di sana.

Apalah daya, kantong seorang mahasiswa freelance macam gie hanya mampu membelikan lisa burger berukuran sedang, dengan tambahan french fries dan sebuah minuman bersoda.

Sederhana, tapi karena di samping lisa, makan malam itu terasa sangat mewah untuk gie.

Mungkin bagi lisa terlihat murah. Haha biar saja yang penting kenyang.

"Uhuk..uhuk"

"Pelan-pelan dong gie makannya, sampai tersendak gitu"
"Kamu mikirin apaa sihh, sampai gak fokus gitu makannya"

"Ahh gak ko lis, aku gak mikir apa-apa. Hehe"

Jawab gie kikuk, sambil mengusap rambut belakangnya yang sebenarnya tidak gatal.

Setelah menghabiskan makan, dan merasa energi yang tadi berkurang sudah terisi kembali, gie kemudian mengajak lisa mencari tempat duduk yang pas untuk menyaksikan naif manggung.


Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya naif naik ke atas panggung dan menyapa kami semua yang sudah tak sabar menyaksikan dan mendengarkan lagu-lagu mereka.



Kau yang paling setia,
Kau yang teristimewa
Kau yang aku cinta,
Cuma engkau saja.


Dibuka dengan lantunan khas suara seorang david yang membawakan karena kamu cuma satu, membuat seluruh penonton serentak menyanyikan lagu tersebut bersama-sama, termasuk gie dan lisa.



Denganmu semua air mata,
Menjadi tawa suka ria
Akan-kah kau selalu ada menemani dalam suka-duka.

Denganmu aku bahagia, denganmu semua ceria.
Janganlah kau berpaling dari-ku,
Karena kamu, cuma satu...
Untukku.


***

Sepulang kencan malam tersebut, kedekatan gie dan lisa makin terpampang nyata.

Gie benar-benar telah jatuh hati kepada lisa, tapi tidak tahu bagaimana dengan lisa.

Selama ini gie hanya memberikan kejutan-kejutan serta perhatian-perhatian kecil kepada lisa, sebagai bentuk sayangnya. Tanpa berani mengungkapkan.

Gie tidak ingin merusak kedekatan yang sedang dan sudah dia bangun dengan perlahan. Gie memupuk rasa cinta dan sayangnya kepada lisa lewat perhatian-perhatian kecil yang selama ini dia berikan, tanpa berharap lisa tahu bahwa gie sangat menyayanginya.

Tapi, sejatuh-jatuhnya orang yang sedang jatuh cinta, suatu waktu pasti dia akan sadar bahwa cintanya juga butuh kepastian.

Gie tidak bisa memendam lebih lama perasaannya kepada lisa. Gie pengin tahu apakah, lisa juga memiliki perasaan seperti yang gie rasakan. Atau, jika pun tidak, setidaknya gie telah berani berkata jujur kalau dia mencintai lisa.



Akhirnya, setelah menjalin kedekatan dalam rentang waktu yang cukup lama, dan sering menghabiskan waktu bersama.

Gie memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya kepada lisa, bukan untuk meminta jawaban atas apa yang telah diharapkan gie, tapi hanya sekedar memastikan bahwa perasaannya tersampaikan kepada lisa.

"Lis, ada yang pengin aku omongin serius sama kamu".

"Apa gie? Kamu kaya sama siapa aja, ngomong tinggal ngomong ajaa".

"Tapi, aku takut kamu marah".

"Gimana aku mau marah, kamu ngomong ajaa belum".

"Tapi, janji yaah kamu gak akan marah?".

"Udah deh cepetan, kamu mau ngomong apa?".

"Tuh kan kamu marah, janji dulu kamu gak akan marah".

"Iya-iya aku janji deh, gak akan marah. Emang kamu mau ngomong apaa sih? Serius banget kayanya".



"..... Aku sayang kamu, lis".


"Apa gie? Kamu kurang jelas ngomongnya".

"... Aku sayaaang kamuuu, lisaaa"


"Kamu serius gie sayang sama aku? Ko bisa?".

"Iyaa lis, aku sayang sama kamu".

"Ko bisa gie sayang sama aku, kenapa?".

"Memangnya cinta butuh alasan, sampai kamu harus tanya kenapa aku bisa sayang kamu, lis".

"Buat aku, semua hal itu butuh alasan".

"Tapi, tidak dengan cinta lisa".

"Termasuk cinta, bagaimana kamu bisa bilang, kamu mencintai dan menyayangi seseorang tanpa kamu tahu apa yang membuat kamu berkata seperti itu kepadanya".

"Lis, alasan dalam cinta itu hanya omong kosong. Cinta yang tulus itu gak butuh alasan. Hanya perlu dibuktikan".

"Cinta yang tanpa alasan itu yang omong kosong gie".

"Lis, kalau kamu menanyakan alasan kenapa aku bisa mencintai kamu, jawabannya yaa kamu sendiri lis. Aku sayang kamu yaa karena kamu".

"Gie, jujur aku nyaman sama kamu, kalau sedang bersamamu, aku bisa jadi diri aku sendiri. Aku bisa tertawa sepuas hatiku tanpa perlu jaim di depan kamu. Tapi,,".

"Tapi, kenapa lis?".

"Aku belum bisa gie balas rasa cinta kamu. Aku nyaman sama kamu, tapi aku masih terluka gie, belum bisa aku nerima kamu kalau aku sendiri belum bisa nyembuhin lukaku, aku gak mau jadiin kamu pelampiasan semata gie, kasih aku waktu gie".

"Aku ngerti lis, aku juga gak minta dibalas secepatnya, aku cuma mau bilang aja apaa yang aku rasain ke kamu. Aku bakal tunggu kamu, lis".

"Makasih gie atas pengertiannya, maafin aku".

"Gak ada yang perlu minta maaf, lis. Karena memang gak ada yang salah".




**

Gie menatap nanar ke hadapan dua orang yang sedang duduk di tengah-tengah sekumpulan orang yang sedang sama-sama diliputi rasa resah dan gelisah.

Dua orang yang sedang senyum sumringah menantikan saat-saat penting nan sakral dalam hidup mereka, dengan puluhan orang di sekitar sebagai saksinya.


Gie berdiri agak jauh dari tempatnya melihat dua orang tersebut. Bukan tanpa alasan gie memilih berdiri di situ, hanya saja, gie tak pengin memperlebar lukanya dengan menyaksikan dari dekat pernikahan wanita yang sangat dicintainya.



"Baiklah, sodara ahmad fadilah, apakah sodara sudah siap?".

"Siapp, pak!".

"Sodara ahmad fadilah, saya nikahkan dan kawinkan sodara dengan lisa rustiani, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayaar tunai".

"Saya terima nikahnya...."


Air mata gie tak terbendung lagi, mengalir deras dari ekor matanya. Hatinya berantakan.

"Udah gie, hapus air mata lo, gak enak tuh diliatin orang. Nanti mereka mikir ada yang gak suka sama pernikahan ini".

"Sehangat pelukan hujan, saat kau lambaikan tangan, tenang wajahmu berbisik inilah waktu yang tepat tuk berpisah".

Kampreet..

"Iyaa gie, udah. Lisa udah bahagia sekarang sama pilihannya, mungkin kalian diciptakan untuk bersama tapi tidak buat jadi satu."

"Tuhan punya rencana yang indah dibalik ini semua gie, percaya ajaa. Masa depan kita masih panjang, gak harus sedih cuma karena masalah kaya gini".

"Iyaa gie, lu harusnya ikut bahagia lisa bahagia, kan ada beberapa hal yang gak bisa dipaksakan di dunia. Kalian, salah satunya.

Dina dan dinda berusaha untuk menghibur gie dan memberi tahu kepada gie untuk tidak terlalu larut bersedih, karena mulai melihat bahwa gie sedang menjadi sorotan tamu-tamu yang datang pada acara tersebut.





"Gimana saksi-saksi?? Sah?".

"SAHHH!!".




"Udah gie, lisa udah jadi milik orang lain. Kita ngerti kok kalau ada di posisi lu, tapi please kali ini ajaa, pasang senyum bahagia lu di acara lisa, walaupun sulit tapi lu juga harusnya bahagia kan lihat lisa bahagia".

"Iyaa din, gua bahagia liat lisa bahagia dengan tuan pilihannya, meskipun bukan gua tapi gua yakin kalau tuan tersebut pilihan tepat buat lisa".


"Gua salut sama lu, gie"


"Oia din, tahu gak?"

"Tahu apa gie?"


"Terkadang, orang hanya perlu tempat untuk berteduh sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang".


"Maksudnya gie?".


"Iyaa, dulu gua dijadiin tempat berteduhnya lisa, saat dia lagi ada masalah, atau dia lagi ada apa gua selalu berusaha ada buat lisa, sampai seenggaknya masalah yang dideritanya sedikit berkurang. Sekarang, lisa udah pulang ke tempatnya din, ke tempat seharusnya dia, di samping fadilah".


"Lu marah gie sama lisa?"


"Marah gak akan bisa mengubah keadaan din, dia bakal tetap ada di sana. Seenggaknya, gua udah berusaha ngelakuin yang terbaik yang gua bisa buat dia. Selebihnya, urusan Tuhan, dan ini udah jadi jalan Tuhan".


"Gie,"


"Iya, din?"


"Gua salut sama lu".



"Aku tak pernah, berharap kau tuk kembali saat kau temukan duniamu. Aku tak pernah menunggu kau tuk kembali bila bahagia mahkota-mu, bila kedamaian selimuti. Jangan kau kembaliiiii"....


"Dindaa berisikk" 

Hardik dina kepada dinda yang sedari tadi sedang meledek gie.


Sedangkan gie hanya tertawa melihat kedua sahabat lisa, yang sudah jadi sahabatnya ketika gie menjalin kedekatan dengan lisa.


Sambil menatap nanar ke arah pelaminan, gie mengucap lirih..



"Semoga kamu bahagia dengan tuan pilihanmu, lisa".

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

5 komentar:

Anto Agung Pratama mengatakan...

-__- ahelah Gie, nggak usah sok tegar dan sok kuat.

Unknown mengatakan...

Hahaha

Arif mengatakan...

Biasanya kalau pergi gak pernah ninggalin pesan juga. Kok tiba-tiba aja ingin meninggalkan pesan.

Anonim mengatakan...

Mantap abis postingannya.. jangan lupa mampir ke blog saya ya... lagi blogwalking nih ka.. bantu ya...
http://www.alfskh.com

Beby mengatakan...

Kasian Gie :(

Posting Komentar