RSS

#BukanCerpen : Secretly In Love [ 3 ]




Sore itu aku sudah menyiapkan diriku untuk menemui ijah (lagi) dengan maksud untuk meminta maaf kepadanya, meskipun aku sadar kalau permintaan maaf ku selama ini selalu dimentahkan olehnya namun itu tak mematahkan niat ku untuk meminta maaf kepadanya. Paling tidak kalau memang hubungan ku dengan ijah tidak dapat kembali seperti dulu setidaknya ijah sudah memaafkan kesalahanku. Lagi pula sebagai sahabat yang baik harusnya aku senang melihat sahabat ku senang meskipun untuk itu aku harus menahan rasa sakit yang teramat sangat mendalam.

Segera ku kayuh sepeda onthel ku menuju rumahnya, namun sesampai dirumahnya kembali kulihat mobil yang sama sedang berada di depan rumah tidak lama kemudian kulihat ijah bersama lelaki yang belum kukenal namanya itu pun keluar dari dalam rumah, kulihat mereka bercumbu dan berpeluk mesra didepan rumah sebelum lelaki itu pamit hendak pergi untuk pulang.

Melihat kejadian tersebut aku seperti tersambar petir, hatiku seketika terasa hancur berkeping – keping bibir ku terdiam tak mampu mengeluarkan kata kata lagi sementara jantung ini terasa berhenti berdetak. Ku urungkan niatku untuk meminta maaf kepada ijah ku putuskan biarlah hubungan ku dengan ijah berjalan seperti awal aku tidak mengenalnya. Ku lihat dia juga sudah bahagia dengan lelaki tersebut dan tidak lagi membutuhkan aku.

Setelah peristiwa dirumah ijah tersebut, hubunganku dengannya makin buruk saja aku pun tidak mempermasalahkannya ku pikir biarlah ijah bahagia dengan keputusannya biarlah ijah pergi dengan orang yang dicintainya walaupun hati ini terasa sakit tapi biarlah sudah buatku yang terpenting ijah bahagia walaupun aku tau disini aku harus menahan luka karnanya.

Aku kembali ke masa awal awal belum mengenal ijah aku kembali menjadi diriku sebelum mengenal ijah, memang terasa ada yang kurang, terasa ada yang hampa tanpa kehadirannya tapi biarlah toh ini juga demi kebaikan aku dengan ijah. Dan mau tak mau aku harus mulai melupakan dia dan berpindah, meskipun sulit tapi aku harus mencobanya aku tidak mau larut tenggelam lalu mati di masa lalu bagaimana pun caranya aku harus bisa menutup semua pintu kenangan tentang dia dan membuka pintu baru, meskipun pintu baru tersebut belum ada yang mampu mengisinya tapi biarlah setidaknya pintu itu dapat memberikan ketenangan buat diriku.

Hari itu aku melihat ijah duduk terpaku dilorong jalan menuju kelas ku, dari kejauhan aku bisa menangkap apa yang sedang ada dipikirannya, sedang kebingungan rupanya dia ingin aku mendekatinya untuk bertanya apa yang terjadi, namun aku sadar mungkin ijah sudah tidak menganggap ku lagi sebagai sahabatnya. Aku pun mengurungkan niat ku tersebut dan meneruskan langkahku berjalan melewatinya, namun tiba tiba ia menarik lenganku dan menghentikan langkahku.

“aku mau berbicara denganmu bud” ijah memulai percakapannya.

“maaf jah aku sedang ada kelas”

“yasudah aku tunggu selesai kuliah kamu, aku tunggu kamu di tempat biasa kita bertemu”.

“aku tidak berjanji akan bisa datang”.

“kalau gitu aku tunggu kamu disana sampai kamu datang”.

“baiklah”. Aku pun berlalu meninggalkan ijah untuk menuju ke ruang kelas

didalam kelas pikiranku tidak terfokus kepada kuliah yang sedang berlangsung melainkan terfokus kepada omongan apa yang ingin dibicarakan ijah, hampir sebulan kami miss komunikasi lalu tiba tiba dia hadir lagi dan mengajakku ke tempat biasa kami bertemu. Ini yang menjadi pertanyaan didalam hati ku kenapa disaat aku sudah mulai melupakannya sedikit demi sedikit tetapi ia malah datang lagi dikehidupanku.

Kuputuskan untuk menemuinya sepulang kuliah, karna selain didasari rasa ingin tahu mengenai apa yang ingin dia bicarakan didalam hati ku juga terdapat sedikit rindu karna sudah lama tidak bercanda berbagi kisah dengannya.

Setelah kuliah selesai aku bergegas menemuinya di tempat biasa kita bertemu yaitu ditaman dekat kampus, aku dulu biasa ke taman itu dengan ijah untuk sekedar melepas penat sehabis kuliah atau kalau kita ada janji mau pergi kita selalu bertemu ditaman tersebut, taman ini lah yang menjadi saksi bisu persahabatan ku dengan ijah taman ini pula lah yang menjadi saksi pertama kalinya aku jatuh cinta kepada ijah meskipun belum sempat aku ungkapkan kepadanya tentang perasaan ku tersebut.

“maaf membuatmu menunggu jah, aku baru selesai kuliah”. Aku memulai percakapan ku dengannya yang terlihat sudah lama menunggu ku di taman tersebut.

“iyaa tidak apa apa ko bud, aku juga belum lama datang”

“lalu apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan jah?”

“kamu ingat tempat ini bud?”

“iya tentu saja, tempat ini sudah menjadi tempat bersejarah buat ku tempat ini sudah menjadi saksi bisu persahabatan aku dengan mu”

“tidak hanya untukmu tapi juga untukku bud, tempat ini bagaikan sebuah situs bersejarah dimana aku dan kamu yang menjadi prasastinya, sudah hampir berapa lama kita datang ke tempat ini yaah rasanya sudah lama sekali”

“iya sudah lama”

“waktu hubungan kita memburuk aku selalu datang kesini berharap kamu juga datang kesini namun harapanku hanya sekedar harapan belaka karna hampir setiap hari aku datang ke tempat ini aku tidak pernah melihatmu datang kesini aku pikir kamu lupa akan tempat ini”

“lalu maksud kamu mengajakku ke tempat ini apa jah”

“bud aku tahu aku salah, aku tidak pernah menceritakan soal rian kepadamu”

“jadi namanya rian, sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengannya?”

“aku menjalin hubungannya sudah sejak lama sebelum aku mengenalmu”

“lalu kenapa kamu tidak pernah menceritakan soal itu kepadaku? Bukankah kita telah berjanji kalau apapun bakal dibicarakan dan tidak ada yang ditutup – tutupi antara aku dengan kamu”

“iyaa bud memang, memang diantara kita tidak ada yang perlu ditutup – tutupi tapi tidak soal rian”

“kenapa memang sama dia sampai kamu tidak mau menceritakan soal dia”

“tidak bud, buat ku hubunganku dengan rian cukup hanya aku dengan dia yang tau, bukan aku tidak mau membagi kisahku dengan mu tapi soal urusan tersebut aku punya pemikiran sendiri aku merasa tidak etis kalo aku menceritakan soal hubunganku dengan rian kepadamu tapi mulai detik ini aku berjanji aku bakal terbuka denganmu termasuk soal rian”

“mulai detik ini, apa maksudnya?”

“aku ingin hubungan persahabatan kita kembali seperti dulu bud, aku tau selama ini aku terlalu egois, aku tidak berterus terang terhadapmu namun mulai detik ini aku janji aku bakal lebih terbuka kepadamu, aku kangen dengan hubungan kita yang seperti dulu bud aku juga kangen sama kamu yang selalu ada buat aku”

“maaf jah aku gak bisa”

“kenapa bud? Kamu masih marah sama aku”

“tidak ini bukan soal aku marah atau tidak dengan mu”

“lalu soal apaa?”

“bukan soal apa – apa, maaf jah aku bukan sahabat yang baik untukmu aku tidak sebaik apa yang kamu pikirkan”

“tapi bud”

“maaf jah aku harus pamit masih banyak hal yang aku harus kerjakan. selamat tinggal”

Aku pun pergi meninggalkan tempat itu dan meninggalkan ijah yang terlihat terdiam mendengar jawabanku tadi, ini bukan soal marah atau tidak aku terhadapnya ini juga bukan soal kekecewaan aku kepadanya tapi ini lebih kepada urusan hati ku. Aku tidak ingin perasaan cinta itu muncul lagi saat aku dekat kembali dengannya karna untuk saat ini aku sedang berusaha untuk melupakannya, sementara ijah pun sudah memiliki pendamping yang lebih segala – galanya dari ku. Maka dari itu ku putuskan untuk menolak ajakan ijah tersebut karna aku tidak mau larut, tenggelam serta mati di masa lalu ku, buat ku biarlah perasaan ku dengan ijah hanya aku, sapri dan Tuhan yang tahu selebihnya biarlah menjadi misteri, lagi pula aku sedang berusaha mengubur dalam dalam perasaan ku terhadapnya biarlah ijah dan perasaanku hanya menjadi masa lalu, bagian dari perjalanan hidupku yang masih panjang kisahnya.



Bersambung,,,


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar