Aku bertarung dengan
diriku sendiri dengan hatiku, aku ingin tidak hanya aku yang mengalami siksaan
perasaan ini, aku ingin ijah juga mengetahuinya kalo dia adalah sosok yang
selama ini aku sayang dan kagumi lebih dari sekedar sahabat. Namun apakah jika
aku mengungkapkannya kepada ijah dia juga memiliki perasaan yang sama
terhadapku, kalo memang ijah memiliki perasaan yang sama denganku alangkah
senangnya aku, lalu kalau tidak bagaimana hubungan persahabatan kami? Semua
lamunan ku tentang hal ini berhasil membuaku seperti orang linglung, sampai
akhirnya sapri menghampiriku.
“masih memikirkan soal
perasaan mu ke ijah bud?”
“iyaa pri, aku bingung
jika aku ungkapkan perasaan ku kepada ijah lalu ijah menolak ku gimana hubungan
persahabatan aku dengan dia”.
“memangnya kamu sudah
bilang kepada dia tentang perasaan mu yang menganggapnya lebih dari sekedar
sahabat?”.
“belum sii aku takuut pri”
“takut kenapa?? apaa kamu
tidak ingin ijah mengetahui apa yang kamu rasakan? Apa kamu juga tidak ingin
tahu bagaimana perasaan dia terhadap mu?”
“mau pri tapi aku takut”
“kamu belum apa – apa saja
sudah takut bud, masalah nanti yaa dipikirkan nanti yang terpenting sekarang
kamu ungkapkan dulu apa yang ada kamu rasakan kepadanya”.
“tapi pri”
“sudah Sanaa gak usah pake
tapi – tapian segala, berdiri lalu ungkapkan kepadanya. Kamu itu lelaki, lelaki
itu kalo iya bilang iya kalo pun tidak yaa bilang tidak jangan didepan bilang
tidak tapi dibelakang malah kamu menginginkannya, pecundang itu namanya”.
Aku pun berdiri lalu
berlalu pergi dari hadapan sapri setelah mendengar apa yang dikatakan olehnya.
Sapri benar aku harus mengungkapkan apa yang selama ini aku rasakan kepada ijah
mau bagaimana pun tanggapan serta jawaban dari ijah yang jelas aku harus
mengungkapkannya aku tidak ingin terus bergelayut oleh perasaanku ini.
Pagi itu aku mencari - nya
dipenjuru kampus mulai dari kelas, kantin sampai ruang dosen dan kamar mandi
namun ijah belum juga kutemukan batang hidungnya. Tidak seperti biasanya sudah
jam segini ijah belum datang kekampus padahal 5 menit lagi kelas pagi ini akan
dimulai namun tanda tanda kedatangan ijah belum terlihat, sudah berusaha ku
hubungi lewat ponselnya namun belum mendapatkan jawaban dari nya.
Sampai akhirnya pandangan
ku tertuju ke sebuah mobil yang baru saja berhenti tepat didepan gerbang kampus
ku, dan terlihat seorang laki – laki turun dari dalam mobil tersebut lalu
bergegas membuka pintu di bagian kiri, nampaknya lelaki tersebut ingin membuka
kan pintu untuk seorang kekasihnya yang kuliah di kampus yang sama dengan ku.
Namun alangkah terkejutnya
aku setelah melihat sosok wanita yang baru saja dibuka kan pintu oleh lelaki
tersebut, ternyata adalah sosok yang daritadi aku cari, iya wanita tersebut
adalah ijah. selanjutnya ijah berpamitan dengan lelaki tersebut dengan mencium
tangannya dan tidak lupa lelaki tersebut mendaratkan sebuah ciuman lembut
dikening ijah.
Kejadian yang baru saja
aku lihat menimbulkan beberapa pertanyaan di pikiranku tentang siapa lelaki
tersebut lalu ada hubungan apa dengan ijah kalo memang dia adalah pacar dari
ijah kenapa ijah tidak pernah menceritakan perihal lelaki tersebut kepadanya.
Padahal selama ini ijah selalu menceritakan semua hal tentang dirinya kepada
budi namun tidak soal lelaki tersebut.
“kamu kok belum masuk
kekelas bud, bukannya sebentar lagi kuliah dimulai”
Begitu sapa ijah ketika
menghampiri ku yang berdiri mematung setelah melihat kejadian tadi, sapaan ijah
tersebut lantas membuat ku tersadar dari lamunanku.
“eh iyaa jaah ini mau
masuk kok aku menunggu mu tadi soalnya tidak seperti biasanya kamu jam segini
belum datang”
“oh iyaa bud tadi ada
urusan sebentar soalnya, ayo kita masuk bud nanti terlambat”
Dikelas pertanyaan seputar
kejadian tadi masih terus menggelayuti pikiranku sehingga menganggu
konsentrasiku, ingin aku mempertanyakan siapa lelaki tersebut kepada ijah namun
tidak sampai enak hati aku menanyakan hal tersebut.
“kamu kenapa bud, lagi
tidak enak badan yaa daritadi aku lihat kok kamu melamun terus, ada masalah?
Coba ceritakan kepadaku barangkali aku bisa membantu mu” ucap ijah ketika
memperhatikan sahabatnya yang terus melamun daritadi
“ah tidak kenapa kenapa
kok jah, akupun tidak sedang ada masalah mungkin sedang bad day aja hari ini
makanya lebih banyak melamun tadi”.
“kita sahabatan bukan satu
atau dua hari ini bud, jadi aku tahu kalo kamu lagi ada masalah tapi kalo
memang tidak ingin menceritakan masalahmu tersebut, baiklah aku tidak akan
memaksa”
“bagaimana kalo nanti kita
pergi nonton jah kebetulan aku sedang suntuk dirumah”
“maaf bud bukannya aku
tidak ingin pergi denganmu tapi aku terlanjur sudah ada janji dengan orang lain
yang tidak mungkin aku batalkan, mungkin lain hari bud”.
Ijah pun berlalu meninggalkan
ku yang terpaku mendengar jawaban yang dilontarkan ijah, aku pun jadi penasaran
sebenarnya ijah ada janji dengan siapa sehingga berani menolak tawaranku. Ku
ikuti perlahan ijah sesaat setelah ia meninggalkan ku, kulihat dia sedang
menunggu seseorang untuk menjemputnya tepat didepan gerbang kampus. Tidak lama
kemudian datanglah mobil yang sama dengan mobil yang mengantarkan ijah tadi
pagi tentu dengan orang yang sama pula didalam mobil tersebut. Ku hentikan
untuk mengikuti mereka setelah mereka perlahan – lahan pergi meninggalkan
gerbang kampus, aku pikir sia sia juga, untuk apa aku mengikutinya kalo nanti
hanya malah bikin aku makin penasaran.
Seharian itu aku tidak
henti hentinya memikirkan ijah dan kejadian kejadian hari ini yang aku lihat
tepat didepan mata kepalaku. Meskipun aku tau disana ijah sedang bersenang –
senang bersama lelaki tersebut dan belum tentu ijah juga memikirkan aku seperti
aku memikirkan dia.
Memikirkan seseorang yang
belum tentu memikirkan kita memang sakit, tapi itulah cinta sesakit apapun itu
akan terasa manis ketika kita mulai terserang virusnya. Cinta terkadang memang
selalu bertolak belakang dengan logika saat kita terkena virusnya logika kita
seakan – akan mati dibuatnya, hanya perasaan cinta yang tumbuh didalam pikiran
tanpa ada logika.
Esok harinya ku temui
ijah, aku bermaksud untuk mengungkapkan semua hal yang selama ini aku pendam
dan simpan rapat – rapat karna aku akui sudah tidak kuat aku menahan ini
terlalu lama, biarlah ijah mengetahui bagaimana sesungguhnya perasaanku
terhadapnya meskipun aku tahu bagaimana resiko nya nanti tapi nampaknya hanya
ini yang akan membuat hari hari ku terasa normal kembali.
Ku tunggu ia tepat didepan
pintu gerbang sebelum masuk kekampus namun setelah sekian lama ia tak kunjung
nampak sampai akhirnya aku melihat mobil yang sama seperti apa yang aku lihat
kemarin dan kembali turun sosok lelaki yang sama dengan yang ku lihat kemarin
meskipun hanya melalui kaca karna rupanya kali ini lelaki tersebut enggan turun
dari mobilnya. Lalu dari dalam mobil tersebut keluarlah sosok yang memang
sedang ku tunggu kedatangannya, yaitu ijah setelah berpamitan dengan lelaki
yang ada didalam mobil tersebut ijah pun menghampiriku.
“sedang apa kamu bud
berdiri disini”
“aa…aku sedang menunggu
jah”.
“menunggu ku? Tumben
sekali biasanya juga kamu kalo menunggu ku didalam bukan didepan gerbang
begini”
“iyaa jah ada hal penting
yang aku ingin katakana kepada – mu”
“hal penting? Hal penting
apaa ?”
“siapa lelaki itu jah,
lelaki yang dari kemarin aku lihat menghantar jemput mu”
“memangnya kenapa bud?”
“kamu tidak pernah
menceritakan tentang lelaki tadi kepadaku, ada hubungan apa kamu dengan dia?”
“kamu itu bertanya atau
sedang berusaha untuk menghakimiku”.
“sudah jawab saja, siapa
lelaki itu!”
“apa apaan sii kamu bud,
kenapa jadi maksa begitu”
“SUDAH JAWAB SAJA SIAPA
LELAKI ITU!!”
“bud…. Kamu keterlaluan”
Aku melakukan kesalahan
terbesar dalam hidupku, aku sudah membuat ijah menangis karna nada bicara ku
yang tinggi dan agak memaksa kepada ijah barusan, setelah perkataan ku yang
terakhir tadi ijah menangis dan perlahan pergi menjauhi tempat kami berbicara
tadi. Aku menyadari kesalahan tersebut, aku dilanda cemburu yang begitu hebat
kepada orang yang belum resmi mempunyai status hubungan denganku, maka tidak
salah kalo sampai ijah menangis dan pergi meninggalkanku.
Setelah kejadian tersebut
hubunganku dengan ijah agak merenggang berkali – kali ku sambangi ia dikelas
sampai dirumah sekalipun namun tetap saja ijah belum ingin bertemu denganku,
aku maklum mungkin ia belum bisa memaafkan perbuatanku tempo hari, aku pun
tidak bisa melakukan apa apa selain meminta maaf kepadanya namun ucapan maafku
ditanggapi dingin olehnya. Setiap kali aku berjalan dikampus lalu bertemu
dengannya aku mencoba untuk berbicara dengannya namun ia selalu menolak dengan
berbagai alasan. Aku tau ia masih sangat kecewa atas tindakanku beberapa hari
lalu terhadapnya. Namun semua perlakuan sikapnya kepadaku tidak membuatku
lantas menyerah untuk meminta maaf kepadanya dan membuat persahabatan kami
seperti dulu, berbagai cara aku lakukan untuknya setidaknya agar ia mau
memaafkan ku.
Bersambung..,
0 komentar:
Posting Komentar