Ketika senja tak lagi jingga,
ketika itu pula ada satu elemen penting dalam hidupku yang hilang. Entah
bagaimana reaksi semesta melihat akan hal ini tapi yang pasti ini sulit dijelaskan
lewat kata – kata. Aku begitu sangat mengagumi senja, sama halnya aku begitu
sangat mengagumimu. Aku senantiasa setia menunggu senja tiba sama seperti aku
senantiasa setia menunggumu datang.
Bagiku senja adalah mahakarya
Tuhan yang paling indah. Sedangkan kamu, adalah sosok sempurna yang Tuhan
cipta. Aku selalu membandingkan kamu dengan senja sampai akhirnya aku sadar
bahwa, kamu dan senja sama – sama begitu mengagumkan. Aku pernah berucap
kepadamu dibawah langit jingga sore hari bahwa, bagaimanapun keadaan kamu
sungguh tidak akan ada yang bisa menggantikan kamu disisiku. Karna kenapa ?
karna semesta telah menggariskan takdirnya kalau kita diciptakan untuk bersama.
Tapi, akhirnya kamu menyadarkan
bahwa manusia bisa berharap dan berencana seindah apapun tapi tetap Tuhan lah
sang pemegang kuasa. Kita tidak bisa melawan kehendak Tuhan meskipun kamu
menginginkan kita untuk selalu bersama tapi saat Tuhan memaksa kita untuk
berpisah, kita hanya dapat pasrah tanpa berbuat apa – apa. Begitu ucapmu waktu
itu.
Aku teringat saat terakhir
menikmati senja bersamamu. Sore itu, kamu teramat sangat bahagia. Kamu tertawa,
bersikap manja kepadaku tidak seperti kamu yang selama ini aku tahu. Ada yang
berbeda sepertinya. Ah tapi mungkin itu hanya firasatku saja padahal aku sangat
senang melihat sikapmu yang seperti ini.
Sejak kamu divonis oleh dokter
mengidap penyakit kanker, aku tidak pernah lagi melihat semua sikap yang kamu
tunjukan sore itu. Ancaman akan resiko dari penyakit tersebut telah banyak
mengambil separuh bagian dari hidupmu, jujur bukan hanya hidupmu tapi juga
sebagian dari hidupku. Aku terpukul pada saat itu mendengar vonis tersebut tapi
kamu menguatkanku dengan berkata, kamu akan baik – baik saja selama ada aku
disampingmu. Aku percaya Tuhan sedang mengujiku, semesta mungkin perlu bukti
untuk membuat cinta kita abadi tapi percayalah, Tuhan tidak akan memberikan
suatu cobaan diluar batas kemampuan hamba - Nya. Begitu ujarmu saat itu dengan
senyum serta tetes airmata yang berderai membasahi kedua pipi.
Dan sore itu aku kembali
melihatnya. Iya setelah sekian lama aku tidak melihat lengkungan senyum manis
serta tawa renyah bibirmu, sore itu aku kembali melihatnya. Aku bersyukur
kepada Tuhan yang telah mengembalikan senyum itu, senyum yang senantiasa aku
rindukan yang selama ini hilang karna telah ditelan oleh ketakutan.
Tapi, sekali lagi benar katamu,
manusia bisa berharap dan berencana seindah apapun namun tetap Tuhan lah sang
pemegang kuasa. Rupanya sore itu menjadi hari terakhir aku menikmati senja
bersamamu, sore itu pula aku terakhir melihat senyum manis serta tawa renyah
yang terlontar dari bibirmu dan saat terakhir pula aku melihat tubuhmu
disampingku. Tuhan telah menggariskan takdir - Nya dan Dia telah memutuskan
untuk membawamu ke surga - Nya.
Seketika saat itu semesta
berkabung, Senja pun tampak kehilangan jingganya. Begitupula aku, aku
kehilangan separuh bagian dari penguat hidupku. Aku yang menyaksikan
perjuanganmu melawan penyakit, begitu bangga karena sempat menjadi
penyemangatmu serta sempat memiliki wanita luar biasa sepertimu. Mungkin memang
semesta menggariskan kita untuk bersama tapi tidak di bumi ini, namun di surga
sana dan mungkin saat ini Tuhan lebih sayang terhadapmu maka dari itu Dia ingin
segera menempatkanmu di surga – Nya.
Dan meskipun kini senja tak lagi
jingga tapi aku percaya, senja tetaplah tentang kehilangan, perpisahan serta
kenangan. Dan tetap sampai kapanmu aku akan mengagumi senja seperti aku
mengagumimu dulu. Karena menikmati senja adalah salah satu caraku untuk
bercengkrama denganmu yang kini mungkin sedang menari bahagia di surga.
4 komentar:
Ketika senja tak lagi jingga. Ketika mereka tak lagi kita. Ketika kau berubah dengan nyata. Ah.
Eh ini knp ngikut ya akunya? Hahaha.
haha kebawa suasana mungkin
woho rangkaiangan senja yang indah. ciamik!
heheh iyaa terimakasih :))
Posting Komentar