Minggu lalu, saya debat dengan dosen. Alasannya sepele, teori saya dengan teori beliau berbeda.
Kalau dikatakan berbeda, jelas.
Karena referensi buku yang kita baca pun berbeda. Tapi teori yang kami (saya dan beliau) paparkan secara substansi sama, ada benang merahnya di sana.
Tapi beliau mengatakan kalau saya salah dan beliau benar.
Padahal beliau cowok, bukan cewek.
**
Kita hidup pada zaman dimana, cewek dan orang yang lebih "dewasa" dari kita selalu benar dan kita yang dianggap lebih "kecil" salah.
Teori yang saya yakin berasal dari budaya Indonesia yang memang manusianya punya sifat ke-tidak-enak-an.
Tapi justru ke-tidak-enak-an inilah yang membuat kita benar-benar tidak enak.
Maksudnya gimana?
Maksudnya gini, ketika kita punya sifat tidak enakan, kita tidak akan berani melakukan apa yang kita suka atau seperti kasus saya tadi.
Kalau saya punya sifat tidak enakan, saya tidak akan mendebat dosen saya, saya pasti anggap dia benar dan saya serta buku yang saya baca salah.
Tapi itu tidak saya lakukan, kenapa?
Saya beranggapan, mau siapapun dia atau se-"dewasa" (dalam hal usia) apapun dia ketika dia salah, katakan salah. Jangan ketika memang dia salah lalu kita menganggap dia benar, dan ikut membenarkan. Kemudian baru ketika ngobrol dengan teman sebaya kita membahas hal yang salah tersebut kemudian beranggapan bahwa dia yang benar tadi adalah salah, dan sebaliknya kita yang benar.
Kan gak guna.
Pola pikir yang seperti ini juga yang membuat kita yang dianggap "kecil" ketika berargumentasi dengan orang yang lebih dewasa malah dicap sok tahu, atau malah sering dibilang "tau apa sih anak kecil, udah diam aja"
*laah...
Benar atau tidaknya seseorang ketika berargumentasi kan tergantung dari pola pikirnya dia, tidak ada sangkut pautnya dengan usia.
Seseorang dikatakan salah atau benar ketika berucap atau berpendapat kan tergantung bagaimana dia menyikapi dan memandang dari sudut mana tentang apa yang diucapkannya.
Ucapannya sesuai atau tidak, dapat dipertanggung jawabkan atau tidak, begitu bukan?
Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan usia orang tersebut.
Makanya seseorang dikatakan dewasa itu bukan tergantung dari seberapa banyak dia telah menghabiskan waktu di dunia ini.
Melainkan kedewasaan seseorang itu dilihat dari bagaimana cara dia berpikir, pola pikir dia itu bagaimana.
Bukan dari usia kecil atau tuanya, seseorang dapat dikatakan dewasa.
Buktinya banyak kan yang lebih tua tapi tetap saja punya pikiran seperti anak kecil, begitu juga sebaliknya.
Di sini saya hanya ingin katakan, pola pikir seperti tadi harus dihilangkan. Sifat-sifat ke-tidak-enak-an harus diminimalisir, karena memang tidak enak kalau kalian punya rasa ke-tidak-enak-an.
Pola pikir kalau yang "dewasa" selalu benar dibanding kita yang lebih "kecil", harus kita hilangkan. Selama kita punya argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan, ketika dia (yang lebih dewasa) salah, katakan salah.
Tapi kalau memang benar, yaa katakan benar. Jangan ketika dia benar kita malah salahkan.
Tetapi masih dalam koridor saling menghormati yah, karena kan kita hidup harus saling-menghormati walaupun berbeda pendapat.
Karena memang hanya Tuhan dan cewek yang selalu benar.
Loh kenapa cewek?
Iya karena kalau cewek salah, tetap cowok yang disalahkan. Dan, ketika sii cewek salah, kalimat ajaib yang muncul dari mulutnya seketika akan membuat cowok minta maaf dan mengaku salah.
Iyaa, karena semua cowok sama ajaaaaaa..
Kita putus, bye!
Iyaa-iyaa maaf aku yang salah, kita jangan putus dong.
Nah kan!